"Kami menceritakan kepadamu (Muhammad) kisah yang paling baik” [Yusuf:3]
Kisah terbaik. Bukan main julukan yang Allah berikan pada
kisah Nabi Yusuf Alaihissalam dan keluarganya. Julukan yang tidak berlebihan karena
didalamnya, termuat kisah mengenai kasih sayang, kecemburuan, ujian, godaan,
fitnah, kepercayaan, dengki, kebesaran hati, perwujudan mimpi, dan masih banyak
lagi jika kita mau mentadabburinya lebih dalam lagi. Kisah yang saya cintai,
kisah yang berawal dari mimpi dan berakhir dengan terwujudnya mimpi.
Berbicara mengenai “terbaik”. Mari kita kosongkan pikiran
terlebih dahulu, lalu coba cari benang merah antara “terbaik” dengan “sukses”, agar kita
dapat memetik pelajaran dari jalan suksesnya Yusuf Alaihissalam.
Ketemu?
“Enggak”
Baik, saya beri contoh bagaimana cara mencari hubungannya.
Ada hubungan antara “senyum” dengan “tangis”. Bagaimana
bisa? Jadi begini.
Suatu hari, akhwat bercadar tersenyum pada saya. Saya yang
ke-GR-an, menganggapnya sebagai pertanda ia menyukai saya. Akhirnya saya
menyiapkan segala buat mempersuntingnya. Di hari-H saat saya mencoba datang
untuk melamarnya, eh ternyata dia tak menyukai saya, keluarganya juga tak menyukai
saya. Tapi kucingnya menyukai saya, mungkin karena saya bau amis. Jadilah saya
menangis dibuatnya.
Paham? Ada sebuah proses yang terjadi sebagai penghubung
antara “senyum” dan “tangis”
Dan contoh diatas hanyalah contoh rekaan belaka. Lagian,
mana bisa saya tahu apakah dia tersenyum atau tidak jika ia bercadar?
“Kan bisa memperhatikan rona matanya.”
Andaipun ketahuan dari matanya, ya mana saya tahu? Saya kan sedang
menundukkan pandangan saat itu. *eaaa
Kembali ke hubungan antara “Terbaik” dan “sukses”. Ada dua ayat beredaksi hampir mirip, yang
menjadi indikator kesuksesan yang diraih oleh Yusuf Alaihissalam.
Di ayat 21, Yusuf kecil yang dibenci saudaranya, dibuang di
sumur nun jauh disana, dijual dengan harga seadanya... Allah tempatkan di sebuah keluarga dimana Yusuf tak memiliki
pilihan lain selain tinggal disana.
“Dan demikian itu, kami beri kedudukan pada Yusuf, agar Kami dapat mengajarkannya....”
Berselang 35
ayat setelahnya, Allah kembali mengulang ayat tersebut, dengan redaksi berbeda,
“Dan demikian itu, kami beri kedudukan pada Yusuf di Bumi, agar ia dengan tinggali dimana saja yang dia mau.....”
Diawal, Allah memberi Yusuf AS tempat tinggal tanpa Yusuf AS
bisa memilihnya. Dan ayat kedua menunjukkan jika kini Yusuf AS bisa bertempat
dimanapun sak penake, atau dalam artian lain, Yusuf AS sudah menjadi
orang sukses karena sekarang ia bisa kemanapun, atau dalam istilah modern,
mungkin seperti travelling, hiking, snorkling, dang –ing –ing yang lain.
Penak kan? Ya, mana ada sukses yang ra penak.
“Ada kok”
Sudah jangan berdebat disini. Jangan ngganggu saya nulis
dulu.
Tentu saja, kesuksesan yang dialami Yusuf AS itu tak ujug-ujug datang. 35 ayat yang
berjejer diantara 2 ayat yang saya sebutkan diatas memberitahu kita, bahwa
jalan menempuh kesuksesan itu dipenuhi dengan kebencian orang sekitar, tak
dihargai, tak diperdulikan, banyak rayuan, banyak fitnah bertebaran, disalahkan
padahal tak salah, dilupakan.
Mengerikan bukan?
Namun, bentang 35 ayat tersebut juga mengajarkan bahwa akan
ada kesempatan untuk meraih kesuksesan, jika kita kita tetap menjadi orang yang
ikhlas, jujur dan baik dalam melewati semua ujian diatas. Iya kan, Bu?
“Sebentar, sebentar. Saya dari tadi nggak paham dengan
apa yang samean bicarakan mas. Kayak gak ada poinnya, nggak jelas juga. Pembahasan yang
saya cari juga gak ada”
Memangnya apa yang kau cari?
“Tips menjadi ganteng ala-ala Nabi Yusuf”
Haish --'
Gak perlu jadi ganteng bro. Jadilah sukses. Jika Nabi Yusuf
yang sukses bisa dengan bebas memilih kedudukan dimana saja, maka dengan kesuksesan, insyaaAllah kau akan dapat
melabuhkan hatimu dimana saja, Bro.
Wallaahu a’lam
"Judulnya nggak nyambung sama isi tulisannya mas, tadabburnya mana?"
Oh iya



Khasmu banget ya bikin tulisan kyk gini haha
ReplyDeleteKata kata terakhir nya keren, mantepp
ReplyDeleteWkwk. Mau dimodel piye neh bro
ReplyDelete