*Cerita yang tersaji dibawah ini adalah perpaduan
antara cerita asli dan fiksi*
Suatu hari, seseorang melihat
telapak tangan saya. Sebut saja namanya Nganu. Dimana kemudian ia terkejut
setelah melihat telapak tangan kiri saya.
“Biasane, garis telapak
tangan kiri itu membentuk angka 81 (dalam angka arab) dan telapak tangan kanan
itu membentuk angka 18 (dalam angka arab pula). Jadi lak dijumlah hasilnya 99,
sesuai dengan asma Gusti Alloh” ,
paparnya setelah melihat telapak tangan kiri saya yang garis-garisnya hanya
menampilkan angka 8 (tentunya dalam angka arab)
“paling-paling, kamu bukan orang islam
yo? Awas ibadahmu gak dapet pahala gara gara tanganmu gitu”, tambahnya. Saya jadi merinding. Jangan-jangan benar
apa yang ia ucapkan. Saya bersyahadat ulang, tiga kali malahan, sambil berharap
Tuhan mengubah garis tangan saya keesokan harinya. Ternyata tidak berubah. Saya
memperbanyak syahadat saya. ternyata tidak berubah juga. Beberapa hari kemudian
saya menyerah.
Sejak saat itu, saya
memeriksa garis tangan hampir setiap teman yang saya temui. Dan benarlah
rupanya. Semuanya bergariskan angka 81 dan 18. Bahkan teman saya yang beragama
lain pun demikian, garis kedua telapak tangan mereka berjumlah 99! Apa
jangan-jangan mereka nanti ditakdirkan masuk Islam?
Saya menanyakannya ulang pada
seorang teman yang lain. Sebut saja namanya Bento.
“ngunu kui tangan kananmu berarti
diciptakan nggo wiritan, dan tangan kirimu diciptakan nggo ngloco”, jawabnya
enteng, sambil memperagakan tangan kiri yang seakan memompa sesuatu didepan resleting celananya. Jawaban tersebut
tak pelak membuat pisuhan khas saya
meluncur begitu saja. Jangkrik kowe To!
*ngloco adalah bahasa
kedaerahan. Tiap daerah memiliki istilah tersendiri untuk kegiatan ini. Biasanya
disebut dengan coli, ada pula yang
menyebutnya dengan conang. Kalau
belum tahu, jangan mencoba mencari tahu. Yang tau tolong jangan pernah
melakukan kegiatan ini! Ndak apik, ndak
ilok, ndak sehat!
Beberapa tahun kemudian, saya
akhirnya menyadari bahwa apa yang dikatakan teman-teman saya terbukti
“hah? Terbukti?
Berarti bener awakmu bukan wong Islam? Atau terbukti lak tangan kirimu itu diciptakan nggo ngloco?”
Sek talah, jangan
memotong dulu.
Ternyata apa yang dikatakan
Nganu dan Bento terbukti salah!
“Salah? Opo jangan-jangan kowe ngloco
nggo tangan kanan pisan?”
Jangkrik! Menengo disik! Diam dulu!
Bagaimana dengan muslim yang
tidak memiliki tangan? Atau tangannya hancur karena ikut berjihad misalkan? Apakah
mereka bisa ngloco? Apakah mereka
bukan orang islam hanya karena ketidak-99-an jumlah garis telapak tangan
mereka? Apakah ada dalil yang menyatakan bahwa bentuk tubuhmu adalah penentu
keislaman dan keselamatanmu kelak?
Mengutip kata-kata si Antum,”Sungguh, perkataan mengenai garis
tangan itu adalah bid’ah ! wa kullu bid’atin dholalah! Nabi SAW
nggak pernah mencontohkan hal itu!”
Nganu dan Bento yang nggak
terima dikatain bid’ah, meng-counter
pernyataan tersebut, “Dikit-dikit bid’ah. Kowe
pakek laptop dan hp nggo ngloco apa
itu bukan bid’ah? Mikir!”
Si Antum membalas dengan teduh, “Bid’ah itu dalam urusan ibadah Akh, bukan urusan dunia, apalagi nggo ngloco”
Si
Nganu dan Bento yang gak terima akhirnya mengajak si Antum debat keagamaan.
Debat
selesai, namun ketidakpuasan masih menyelimuti perasaan kedua kubu.
Keeseokan
harinya, keduanya bentrok membawa massa masing-masing.
Media-media
diuntungkan. Mereka mulai mengadu domba agar konflik tak segera usai.
Yang
Islam saling bunuh-bunuhan, mempersoalkan bid’ah bid’ah dan sejenisnya. Sementara
kaum Kapirin dan bangsa Wahyudi semakin merajalela menguasai perekonomian
dunia.
Modyar kowe!
Dalam
menyikapi sebuah berita, cerita tersebut membagi masyarakat kita menjadi
beberapa kelompok
1.
Kelompok yang menyebarkan berita tanpa sumber valid. Dimana berita tersebut
biasanya membawa satu-dua bukti (biasanya berbentuk hal-hal yang menyangkut
religi) untuk melegitimasi pernyataan.
2.
Kelompok yang mudah percaya dengan berita-berita yang berbuktikan hal apapun
yang menyangkut religi. Lalu mereka mulai ikut-ikut menyebarkan dan
mempraktekkan tanpa melihat sumber
3.
Kelompok yang agak sadar. Menjadikan berita-berita tersebut sebagai guyonan,
seperti yang dilakukan si Bento.
4.
Kelompok sok intelek. Menanyakan berbagai hal bertubi-tubi tanpa mau melihat
dulu keseluruhan berita.
5.
Kelompok yang sadar. Merenung sekian lama, mengecek berita, menemukan berbagai
macam dalil penguat, bertanya kemana kemari. Akhirnya dapat menarik kesimpulan
benar salahnya sebuah berita.
6.
Kelompok yang suka membid’ah bid’ahkan. *ngapain kelompok ini masuk?
7.
Kelompok yang gak terima di bid’ah bid’ahkan. *ngapain juga ini dimasukkan?
8.
Media. Coba lihat sebuah halaman Mainstream Media Indonesia di fb untuk melihat
betapa bahayanya media.
9.
Sayangnya saya belum menemukan masyarakat yang ingin menguasai perekonomian
dunia seperti bangsa Wahyudi.
Termasuk
yang manakah kita, sayang?
"Coba saja tanya kepada rumput yang
bergoyang, woo wo wooo", belahan hati saya menjawabnya dengan sebuah lagu.
Ah suaramu memang selalu terdengar
merdu, sayang *talk to nokia 110
Oh ya, masih nggak percaya kalo telapak tangan bisa menimbulkan perpecahan?
Mmmm, coba aja buka telapak tangan lebar-lebar, lalu ambil sebuah gelas kaca. Lemparkan.
Pecah to?
Oh ya, masih nggak percaya kalo telapak tangan bisa menimbulkan perpecahan?
Mmmm, coba aja buka telapak tangan lebar-lebar, lalu ambil sebuah gelas kaca. Lemparkan.
Pecah to?
trae gendeng awmu mus :D
ReplyDeletenjenengan sinten nggeh? hahaa
Deleteaku wong seng mbok tulari gendengmu hahahahaha
Deletekaatanya sakit? kok masih sempet nulis?
ReplyDeletelagi pengen aja hehehe
DeleteGaris tangan itu bisa berubah. Dan sebenarnya, dari pandangan palmistry itu dikenal sebagai sebuah penyimpangan. Garis itu disebut garis Simian.
ReplyDeleteSebuah pemikiran dalam-menunjukkan cara lain kerja otak si penulis :D
hah benarkah begitu? yes akhirnya!!
DeleteKenapa dg kerja otak saya? :D
Jadi kesimpulannya jangan suka mengatakan sesuatu dengan sembrono apalagi yang tidak jelas asal-usulnya, dalil, ayat,dsb. Dan juga jangan langsug menelan mentah perkataan orang sebelum dikunyah atau sebelum mencari tau kebenaran dari perkataannya.
ReplyDeletehem ada-ada aja ini samean mas....
emang ada yang bilang kaya gitu ya?
bisa jadi ada, bisa jadi tidak mbak hehehe
Deleteoh ya dlam bahasa agama dikenal dgn istilah "tabayyun"
ReplyDelete(kroscek dulu) dlm menganalisa sebuah berita.
yg ini ckup kocak, vulgar dan apik, istamir...
oke, na'am, sa akuunu mustamir ya ustadzy
Delete