Monday, September 17, 2018

Janc*kologi

1



Oleh: Abdil Gufron A. (Kelahiran di Jawa namun fasih berbahasa Madura, kini ia sedang menempuh studi di sebuah Pesantren dan sedang kuliah di salah satu PTKIN di daerah Jember)

Janc*k adalah sebuah kata yang sangat masyhur di kalangan masyarakat Jawa. Selain itu kata ini juga sering dikatakan oleh pemuda Surabaya yang menjadi sapaan akrabnya untuk teman sebayanya, namun  hal ini tak perlu ditiru oleh siapapun.

Namun, ada sebuah pernyataan aneh dari Sujiwo Tejo, ia adalah seorang budayawan dan penulis beberapa buku best seller mungkin. Ungkapnya dalam sebuah video bertajuk sekitar 10 menit. Bahwa janc*k itu maknanya sangat luas bahkan lebih luas dari ungkapan “fuck”. Jadi jangan disalah artikan dan jangan juga salah faham. Dan selama ini kita tahu bahwa janc*k itu bermakna negatif padahal tidak begitu.

Pada perkembangannya janc*k mulai dikenal oleh suku lain seperti Madura yang rata-rata berinteraksi langsung dengan masyarakat jawa terutama Jawa Timur yang menggunakan bahasa jawa agak kasar. Berbeda dengan suku jawa di kraton jogja sana yang memang sudah memakai jawa kromo tingkat tinggi.

Dalam pemakain bahasa saja rakyat kita sering menggunakan ungkapan yang tidak sesuai dengan maknanya. Seperti:

VITAL: Yang artinya sangat penting. Namun masyarakat saat mendengar kata ini seolah-olah menjurus pada hal yang porno. Padahal tidak jika kita merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti sangat penting. Jadi jika kita memakainya pada kalimat seperti uang kaget ini sangat vital bagiku. Yah ini sah-sah saja tidak hanya dipakai untuk semisal vitalitas dan  alat vital saja dan ini pemahaman yang harus diluruskan.

Kembali ke pembahasan pada  paragraf kedua di atas. Bahwasanya Sujiwo Tejo menamai dirinya sebagai President the Jancukers, yang mengandung pemahaman bahwa ia adalah seorang pemimpin bagi golongan yang notabene memakai bahasa jawa utamanya jawa agak kasar sebagaimana yang banyak dijumpai di Jawa Timur. Dia seolah olah mewakili aspirasi masyarakat jawa sebagai suku terbesar di Indonesia.    

Sujiwo Tejo banyak orang yang menganggap aneh bahkan terlalu radikal dalam berfikir. Bagaimana tidak ungkapan yang di mata masyarakat dianggap tabu dan buruk itu dijadikan lirik lagu dan identitas kepribadiaannya.


1 comment:

  1. Ada yang menarik tentang tulisan ini. Banyak pemikiran Sujiwo Tejo yang memang mengharuskan para pembaca tulisannya atau para pendengar opininya, untuk menelaah lebih jauh atau sedikit memaksa para pembacanya, untuk bisa melihat dari sudut pandangnya.
    Posisinya sebagai pelaku seni dan budayawan memang sering "nyeleneh" dan kontroversi. Salah satunya kata yang tersebut dalam tulisan (kalau tidak salah ingat, kata itu juga disebut ketika Sujiwo Tejo di acara yg bertempat di JSG). Kata itu termasuk istilah khusus dan relatif dalam penerimaannya (contohnya berdasarkan kesepakatan golongan tertentu).
    Hal menarik lainnya, pernah salah satu kutipannya sempat diretweet oleh Gus Mus . "Menghina Tuhan tak perlu dengan umpatan dan membakar kitabNya. Khawatir besok kamu tak bisa makan saja itu sudah menghina Tuhan"
    Jadi kalau Sujiwo Tejo mulai menulis buku tentang agama (dalam artian yang sebenarnya), dia akan menjadi Danarto (pada buku Cahaya Rasul) selanjutnya.

    Oiya, sepertinya bukan hanya aku masyarakat yang menganggap kata vital itu memang identik dengan "penting" dan bukan seperti yang tersebut di atas wkwkwk...

    (Maaf ya Thor jadi panjang komennya)

    ReplyDelete