Oleh: Abdil Gufron A. (Kelahiran di Jawa
namun fasih berbahasa Madura, kini ia sedang menempuh studi di sebuah Pesantren
dan sedang kuliah di salah satu PTKIN di daerah Jember)
Janc*k adalah sebuah kata yang sangat masyhur di kalangan
masyarakat Jawa. Selain itu kata ini juga sering dikatakan oleh pemuda Surabaya
yang menjadi sapaan akrabnya untuk teman sebayanya, namun hal ini tak perlu ditiru oleh siapapun.
Namun, ada sebuah pernyataan aneh dari Sujiwo Tejo, ia adalah
seorang budayawan dan penulis beberapa buku best seller mungkin. Ungkapnya
dalam sebuah video bertajuk sekitar 10 menit. Bahwa janc*k itu maknanya sangat
luas bahkan lebih luas dari ungkapan “fuck”. Jadi jangan disalah artikan dan
jangan juga salah faham. Dan selama ini kita tahu bahwa janc*k itu bermakna
negatif padahal tidak begitu.
Pada perkembangannya janc*k mulai dikenal oleh suku lain
seperti Madura yang rata-rata berinteraksi langsung dengan masyarakat jawa
terutama Jawa Timur yang menggunakan bahasa jawa agak kasar. Berbeda dengan
suku jawa di kraton jogja sana yang memang sudah memakai jawa kromo tingkat
tinggi.
Dalam pemakain bahasa saja rakyat kita sering menggunakan
ungkapan yang tidak sesuai dengan maknanya. Seperti:
VITAL: Yang artinya sangat penting. Namun masyarakat saat
mendengar kata ini seolah-olah menjurus pada hal yang porno. Padahal tidak jika
kita merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti sangat penting.
Jadi jika kita memakainya pada kalimat seperti uang kaget ini sangat vital
bagiku. Yah ini sah-sah saja tidak hanya dipakai untuk semisal vitalitas dan alat vital saja dan ini pemahaman yang harus
diluruskan.
Kembali ke pembahasan pada
paragraf kedua di atas. Bahwasanya Sujiwo Tejo menamai dirinya sebagai President
the Jancukers, yang mengandung pemahaman bahwa ia adalah seorang pemimpin
bagi golongan yang notabene memakai bahasa jawa utamanya jawa agak kasar
sebagaimana yang banyak dijumpai di Jawa Timur. Dia seolah olah mewakili
aspirasi masyarakat jawa sebagai suku terbesar di Indonesia.
Sujiwo Tejo banyak orang yang menganggap aneh bahkan terlalu
radikal dalam berfikir. Bagaimana tidak ungkapan yang di mata masyarakat
dianggap tabu dan buruk itu dijadikan lirik lagu dan identitas kepribadiaannya.


Ada yang menarik tentang tulisan ini. Banyak pemikiran Sujiwo Tejo yang memang mengharuskan para pembaca tulisannya atau para pendengar opininya, untuk menelaah lebih jauh atau sedikit memaksa para pembacanya, untuk bisa melihat dari sudut pandangnya.
ReplyDeletePosisinya sebagai pelaku seni dan budayawan memang sering "nyeleneh" dan kontroversi. Salah satunya kata yang tersebut dalam tulisan (kalau tidak salah ingat, kata itu juga disebut ketika Sujiwo Tejo di acara yg bertempat di JSG). Kata itu termasuk istilah khusus dan relatif dalam penerimaannya (contohnya berdasarkan kesepakatan golongan tertentu).
Hal menarik lainnya, pernah salah satu kutipannya sempat diretweet oleh Gus Mus . "Menghina Tuhan tak perlu dengan umpatan dan membakar kitabNya. Khawatir besok kamu tak bisa makan saja itu sudah menghina Tuhan"
Jadi kalau Sujiwo Tejo mulai menulis buku tentang agama (dalam artian yang sebenarnya), dia akan menjadi Danarto (pada buku Cahaya Rasul) selanjutnya.
Oiya, sepertinya bukan hanya aku masyarakat yang menganggap kata vital itu memang identik dengan "penting" dan bukan seperti yang tersebut di atas wkwkwk...
(Maaf ya Thor jadi panjang komennya)