Tuesday, September 25, 2018

Serenjana Senja II

13



Pagi mengantar embun pada dedaunan dan daun pintu kamarmu
Sore mengantar gerimis pada mereka yang rindu
Tuhan mengantar senyuman pada kelebat hati yang senantiasa mendoa
Mengantarmu padaku

------------------

Selamat pagi… Jangan lupa besok… Pohon beringin samping Kantor Perpustakaan Daerah. Jam 2 siang.”

Sms aneh dari nomor yang tak ku kenal menyelinap diantara sms-sms promo NSP dan CFC yang menyesaki inbox di hp jadulku.Maaf, ini siapa? Apa maksud anda?”, aku membalas sms tersebut setelah membeli pulsa terlebih dahulu.

Aku salah satu dari sedikit pembeli lukisanmu. Sudahlah, datang saja” :)

Sialan, aku tau lukisanku memang tak begitu laku, tapi ya mbok jangan memakai kata ‘sedikit pembeli’ seperti itu. Ah sudahlah, percuma juga aku memaki-maki disini. Membalas smsnya pun akan membuang-buang pulsa saja.

Bagaimana? Bisa datang kan? (/\)”

Ia mengirim sms lagi sekitar setengah jam setelah sms terakhirnya kuterima. Kugeletakkan hpku begitu saja setelah membacanya, lalu aku mulai merebahkan kepala yang sejak kemarin harus terjaga untuk menyelesaikan beberapa deadline lukisan yang sudah ditagih-tagih oeleh beberapa pemesan. Aku mendengar hpku kembai berbunyi setelah sekitar 10 menit mencoba merebahkan kepala dan memejamkan mata.

Kenapa smsnya nggak dibalas? Nggak punya pulsa ya? Oh ya, kamu kan sepi pembeli, jadi harus banyak-banyak melakukan penghematan agar jangan sampai hasil kerjamu yang sedikit itu habis gara-gara membalas smsku. Wkwkwk”

Aku hanya tersenyum setelah membaca sms tersebut. Rasa penasaran ini membuatku memutuskan untuk benar-benar datang besok di tempat yang ia tawarkan.

Hei? Kok gak dibalas sih?

Ia mengirim pesan lagi. Bisa ditebak, pengirim pesan ini adalah seorang wanita. Sudah memahami kondisiku yang serba berkekurangan, namun tetap saja ingin dibalas smsnya. Tunggu saja besok. Nona. Aku akan datang memenuhi undangan.

Aku kembali merebahkan badan dan memejamkan mata. Terdengar nada pesan masuk berdering beberapa kali. Sepertinya, itu pesan dari pengirim yang sama. Aku semakin yakin jika ia adalah seorang wanita.

***
Langit begitu cerah siang ini. Namun cuaca terasa tak begitu panas sekalipun tak ada mendung maupun awan yang bergelayut menaungi.

Ohya, aku kan sedang berada di bawah pohon beringin yang besar. Pantas saja tak kurasa panas dari tadi.

10 menit berlalu. Aku masih belum merasakan tanda-tanda kehadiran dirinya. Baru berjarak beberapa kedip mata, nada pesan masuk hpku berdering.

Sini, di pohon beringin. Kamu ngapain dari tadi di bawah pohon mangga?”

Ha? pohon mangga? Aku lantas melihat lagi pohon tempatku bernaung dengan seksama. Ternyata benar, ini adalah pohon mangga. Ah, betapa terkadang kecerobohanku terlalu keterlaluan. Aku lantas melihat sekeliling, nampak seorang wanita berkacamata sedang melambaikan tangan kirinya padaku. Tangan kanannya sibuk menutupi mulutnya, menahan tawa. Lalu setengah berlari ke arahku. Ah, aku mengingatnya. Ia adalah pembeli lukisan senja tempo itu. Beberapa kedip mata kemudian, Ia sudah berada begitu dekat. Aku tercekat.

“Hei mas?”

Lidahku kaku, aku masih kesulitan menguasai degup yang seketika memburu.

“Halo?”, ia menjentikkan jari didepan mukaku. Sedangkan aku masih tak tau harus bagaimana. Bersyukurkah? Atau bagaimana harusnya aku bertingkah? Betapa jejak yang dia tinggalkan di pertemuan pertama masih menciptakan gelisah demi gelisah. Sedangkan sekarang, ia hadir langsung dihadapan. Duhai Tuhan, apa yang harus kulakukan?

“Eh iya, ada apa mbak? Mau beli lukisan lagi kah?”, ujarku terbata-bata. Kutundukkan muka dan kuhirup nafas sedalam-dalamnya agar lebih tenang menguasai suasana.

“Haha, nggak kok. Aku mau minta bantu buatin puisi, bisa kan?”

“Aduh, saya nggak bisa bikin puisi mbak, menyusun kata-kata indah bagi saya tak semudah menyusun garis, titik dan koma serta merangkai komposisi warna pada kanvas, mbak”

“Yaaahh, mas. Masak sih nggak bisa?”

“ya kalau puisi sekedarnya sih bisa-bisa saja mbak. Butuh sekarang juga tah?”, aku mencoba menyanggupinya. Ia mengangguk ceria. “Puisinya tentang apa mbak?”

“Tempat pembuangan sampah, mas”, ujarnya sambil tertawa.

Sialan, membuat puisi-puisi cinta saja ku tak bisa, nah ini lhakok diminta membuat puisi dengan tema sedemikian rupa. Aku mengernyitkan dahi padanya, ia menjawabnya dengan menyodorkan selembar kertas buram dan pena berwarna biru, juga  senyum simpul yang terasa familiar. Sembari membuatkannya puisi, aku mencoba mengingat-ingat dimana pernah kutemui senyum tersebut.

Suatu hari, pemuda itu berdiri gagah 
ditangannya terkepal sampah 
namun ia membuangnya sembarangan. Hah! 
Ingin ku marah! 
Tak perdulikah ia dengan bumi yang semakin parah?


Kupungut kembali sampah yang ia buang tadi 
kulemparkan padanya tanpa peduli 
ia melongok kanan dan kiri


kenapa kau kembalikan sampah ini padaku?”, ujarnya kaku 
tolong jangan buang sampah sembarangan!”, ku perketus jawabku 


Loh, ini kan area TPS. Ya sah-sah sajalah!”, jawabnya 
oh iya, ini TPS, ya? 
Buru-buru ku menyingkir darinya 
betapa diriku malu bermerah muka

Ku sodorkan kembali kertas dan pena yang ia berikan padaku untuk membuat puisi setelah ku menyelesaikannya. Betapa kemudian ia tak kuasa menahan tawa. “Kamu bikin puisi atau bikin cerita komedi sih, mas?”, ucapnya sambil menyeka air mata yang keluar karena tertawa. Ia tersenyum memandangku begitu lama setelah puas tertawa. “Eh ini, ada bakwan, aku buat sendiri lo, dimakan ya?”

Ah, aku mengingat senyum dan tawa itu. Itu senyum miliknya yang turun bersama gerimis pada suatu senja, lalu melepas sayapnya dan memintaku menyimpannya karena ia ingin menjadi manusia beberapa masa, yang membuatku begitu menyesal kenapa tak menanyakan namanya sebelum aku terjaga dari mimpi ini.

Pembeli lukisan yang membuatku gelisah saat terjaga dan bidadari yang menyamar menjadi manusia dalam mimpi, lalu menghantui tidurku.

Duhai, apakah kalian sosok yang sama?

~Bersambung...




*Tulisan ini adalah lanjutan dari tulisan Serenjana Senja yang sudah saya tulis sebelumnya di blog ini juga. (tulisan berwarna biru bisa diklik lo)

13 comments:

  1. Ayo terus terus terus terus

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wanipiro? *Sudah mulai berani menargetkan tarif karena butuh fulus banyak segera wkwkwk

      Delete
  2. Terimakasih untuk tulisannya karena telah membantuku membunuh waktu...
    (Aku curiga sosok "aku" ini memang sengaja digambarkan sebagai sosok yang suka membuat wanita tertawa ya? *mikir)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Um, suka membuat bahagia kayaknya lebih tepat wkwkwk hahaha

      Delete
  3. Hanya bisa mengekspresikan tawa ketika menatap barisan kata kata. Sang "aku" serasa familiar dalam kehidupan nyata.

    Tanya:
    Akankah gerimis dan senja bersama?
    Sepertinya tidak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bukannya ketika gerimis datang dia bersama gemuruh dan gelapnya awan? Senja akan bersembunyi bahkan tenggelam.

      Delete
    2. Jangankan gerimis. Hujan aja bisa datang saat panas kok. Iyakan??

      Delete
  4. Gerimis dan senja tidak boleh bersama.
    Bagaimana bisa kau menyatukan dua hal berlawanan seperti itu?
    Aku tidak setuju,kalau keelokan senja yang rupawan kau jadikan satu dengan gerimis yang penuh rindu dan sendu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ummm, boleh kok. Boleh boleh. Boleh pokoknya hahahaha

      Delete
    2. gerimis dan senja dipaksa bersama.
      gerimis= jiwanya mas syafiq yg selalu merindu
      senja= sang pujaan hati yang rupawan
      hohoho

      Delete
    3. Nggak maksa dan tak ada yg dipaksa na wkwkwk

      Delete
  5. JOIN NOW !!!
    Dan Dapatkan Bonus yang menggiurkan dari dewalotto.site
    Dengan Modal 20.000 anda dapat bermain banyak Games 1 ID
    8 Pasaran Togel Terbaik Bosku
    Joker Slot, Sabung Ayam Dan Masih Banyak Lagi Boskuu
    BURUAN DAFTAR!
    MENYEDIAKAN DEPOSIT VIA PULSA TELKOMSEL / XL
    DOMPET DIGITAL OVO, DANA, LINK AJA DAN GOPAY
    UNTUK KEMUDAHAN TRANSAKSI , ONLINE 24 JAM BOSKU
    dewa-lotto.site

    ReplyDelete