Saturday, July 07, 2018

Hampir Nangis

4

Tiba-tiba saja, ada beberapa potong rekaman dan gambar dari kejadian dua tahun lalu yang bertubi-tubi menyeruak dalam kepala. Sialnya, ingatan-ingatan tersebut datang di waktu yang tidak tepat. Untung saja saya cepat menguasai diri. Ah, jika tidak, tentu saja tadi pagi saya pasti menangis. Sebenarnya, menangis pun tak masalah, karena sebelumnya juga banyak yang menangis saat acara penyematan mahkota. Saya sendiri memilih untuk menyingkir saat acara penyematan mahkota wisudawan pada orang tua, karena saya yakin, saya tak akan mampu menguasai diri untuk tidak menangis.

*** 

Betapa menyenangkannya suasana sarapan kami di dua tahun yang lalu, karena kami dapat bermain dan melihat keseruan adik-adik PaudQu yang gedung sekolahnya masih "numpang" di rumah pak Huda, depan dapur pondok kami. Namun sekarang, alhamdulillah, PaudQu kini sudah memiliki gedung sekolah sendiri. (Tulisan berwarna biru bisa di klik lo)

Bagaimana ndak menyenangkan, lha wong jadwal sarapan kami bertepatan dengan jadwal mereka senam pinguin. Haha, lucu! Bagaimana ya, aduh, saya kurang bisa mendeskripsikan kelucuan gerakan-gerakan mereka. Tapi kalau disuruh menerjemahkan gerimis, petang, gugur dedaunan, senyum simpul dan semesta ini untukmu, sepertinya saya mampu. Ehm(Tulisan berwarna biru bisa di klik lo [2])

"Halah lebay"

Ahahaha. Eh, btw, njenengan tau senam pinguin apa tidak? 

"Tidak"

Laaaah... Kalau senam poco-poco?

"Tidak"

Kalau senam SKJ? Tau?

"Tidak juga"

Mmm... Kalau senam dua jari?

"Tauuuu brooo"

Tetew!

Back to the topic




Dan baru saja tadi pagi, di acara wisuda mereka, hampir-hampir saya menumpahkan air mata saat menyaksikan mereka menyanyikan lagu Terimakasih Guruku sebagai persembahan dan ekspresi terimakasih mereka selama 2 tahun belajar bersama ustadz-ustadzah yang supeeer-supeeer swabar. Saya teringat bagaimana kami tertawa-tawa terhibur saat melihat mereka berkejaran dengan ustadzah, minta diantarkan pipis dan buang air besar, nangis gujel-gujel, bahkan ada yang minta untuk masuk ke molen (alat pengaduk semen) dan masih banyak lagi momen-momen lucu serupa. (Tulisan berwarna biru bisa di klik lo [3])

Teringat juga saat mereka berlari dan kemudian memeluk ustadz-ustadzah, lalu mulai menciumi pipi-pipi yang mungkin sering basah kala mendoakan mereka di tengah hening malam. Mencium tangan yang tak lelah menuntun mereka belajar menulis. Menatap wajah yang senantiasa berbinar saat bertemu dan mengajar mereka kendati banyak sekali permasalahan-permasalahan berat yang tengah mereka hadapi. Menyimak dan mendengar kata-kata baik dari bibir-bibir yang senantiasa menyebut nama-nama mereka dalam tengadah doa dan tak jengah mengajari mereka membaca.

Ah, banyak sekali yang teringat, namun sedikit sekali yang mampu saya tulis. Saya mulai tak kuasa menahan apa yang saya tahan sedari pagi tadi.

Tumbuhlah dalam ketaaan pada Allah, dik. Tolong kami, duhai adik-adik yang shalih shalihah, teruslah belajar dan belajar. Jadilah mushlih mushlihah, orang baik yang kelak akan memperbaiki negeri ini dengan nilai-nilai Qur'ani yang kalian pelajari sejak dini. (Tulisan berwarna biru bisa di klik lo [4])

Salam dari saya, kakak kalian yang punya cita-cita memajukan bangsa, namun sampai sekarang masih belum bisa memajukan dirinya sendiri yang ndlahom dan mbelgedes ini.

Bersama Wardah. Wisudawati Favorit!







Monday, July 02, 2018

Solo

0

https://m2indonesia.com/wp-content/uploads/sites/2/2015/07/bengawan-solo.jpg


Ketika keadaan mengharuskan saya untuk pergi ke Solo, saya mengingat sesuatu, bahwasanya dulu Solo menjadi kota yang paling ingin saya kunjungi. Lha bagaimana tidak, banyak sekali penyanyi terkenal favorit saya yang menyematkan 'Solo' sebagai gelar mereka. Ada Afgan, Agnes, Ebiet G Ade dan masih banyak lagi. Ya, mereka-mereka adalah penyanyi solo. Itu dulu, saat saya masih suka bermain dan mendengarkan musik.


Haha. Bercanda. Bukan karena itu kok.

Jadi, dulu sewaktu saya masih aktif berlatih bersama grup musik Kroncong yang lumayan sering diundang di luar kota, saya dikenalkan pada lagu Bengawan Solo. Lagunya terasa familiar, mungkin karena sering didendangkan dimana-mana. Apalagi Bengawan Solo sering sekali muncul di pelajaran SD saya. Beberapa hal tersebut bahu-membahu membuat saya ingin tahu, 'memangnya Solo itu seperti apa?'. Btw, saya pernah diminta jadi vokalis lho. Dulu suara saya sempat merdu nan melengking tinggi. Ndak percaya juga ndakpapa, toh sekarang saya juga tak akan bisa membuktikannya. Namun permintaan itu tak pernah saya lakukan, karena saya harus bersekolah di Jember. Rasanya juga tidak mungkin bila seminggu sekali pulang ke Lumajang hanya untuk berlatih kroncong. Akhirnya saya pensiun dini.

Kembali ke Solo.

Seringkali Solo dikaitkan dengan kehalusan. Entah itu perangainya, tutur katanya, bahkan mungkin hingga kapas-kapas yang dijual disana. Semuanya halus. Memang sih, sama sekali saya tak menemui adanya kekasaran-kekasaran selama 2 hari yang saya habiskan di Solo kemarin. Lha ketika kemarin kami mengikuti agenda Dr Muinudinillah, kami memarkir motor pinjaman seharian didepan warung tanpa membeli apa-apa. Sewaktu kami mengambilnya, ada kertas terselip bertuliskan ''bukan parkir umum, nekad, gemboos!" di setir sepeda motor. Saya juga mendapat sepotong senyuman dari ibu-ibu yang saya duga menjadi pemilik warung tersebut. Eh tapi motornya tidak digembosi kok.Alus tenan kan? 

Keramahtamahan juga selalu kami dapatkan dimana-mana. Entah itu dari teman-teman Mamduh yang kos-kos mereka menjadi tempat istirahat kami selama disini, entah itu dari Dr Muinudinillah dan putra-putranya, entah itu dari ibu-ibu penjual makanan, tukang parkir, kucing, burung, bahkan semut pun juga menunjukkan keramahtamahannya.

Solo juga sering dikaitkan dengan budaya Jawa. Ketika kami kemarin berkesempatan memasuki hotel Royal Surakarta Heritage, kami melihat banyak sekali benda-benda yang sepertinya bernilai budaya seperti guci-guci besar, topeng-topeng kayu, batik dan banyak lagi hal-hal yang menonjolkan kesan budaya. Kalau ndak salah, saya juga sempat melihat ada lembaga pendidikan batik ketika menyusuri jalan di sana. 

Solo juga sering dikaitkan dengan Al mukarrom Jokowi. *Ndaknyambung

Ohya, masjid-masjid disini bagus-bagus. Ah betapa senangnya jikalau kelak dapat tinggal disini. Mau ke masjid manapun rasanya oke oke saja. Hal ini membuat saya menduga, mungkin Solo terbentuk dari kata Arab 'sholluu' yang berarti sholatlah kalian. Makanya, masjid-masjid ya dibuat bagus-bagus untuk mengimbangi kata perintah tersebut biar ndak timpang. Sholluu! Sholluu!

Ohya. Saya masih bingung. Sebenarnya Surakarta dan Solo itu bedanya dimana ya? Yowislah, tak browsing dulu. Tulisan ini sampai disini saja.

Terimakasih


Probolinggo-Leces, diatas nggronjal-nggronjalnya  jalan raya, di dalam bus Jogja-Bwi dan ditengah batuk yang menjadi-jadi



Sunday, July 01, 2018

Halal Bihalal Dadakan

0

Mamduh. *Candid

Seharian kemarin, ada dua halal bihalal yang tak pernah terbayangkan akan kami (saya dan bro Mamduh) datangi.

Yang pertama adalah halal bihalal PERKI. Mbuh apa singkatannya, saya lupa. Kalau saya ndak keliru, 'K'nya itu kardiovaskuler. Yang jelas, semua yang datang itu adalah keluarga dokter-dokter. Ada banyak dokter spesialis juga. Hingga saya merasa aman-aman saja kalau misalkan tiba-tiba saya tipes disana. Haha

Conference room dari salah satu hotel bintang 5 di Solo menjadi tempat diselenggarakannya halal bihalal tersebut. Tentu saja, saya dan Mamduh bukan berstatus sebagai undangan. Kami hanya mengiyakan ajakan Dr Muinudinillah Basri untuk menghadiri kegiatan tersebut. Beliau sendiri akan mengisi tausiyah pada halal bihalal tersebut. Jadi ceritanya, seusai berbincang santai dengan beliau sejak sekitar jam 8 pagi, kami berangkat ke Hotel The Royal Surakarta Heritage dengan menaiki mobil yang beliau setir sendiri pada pukul 09.30, dan sampai di lokasi setengah jam kemudian.

Dr Muinudinillah sedang mengisi tausiyah

Saya pribadi gelisah ketika memasuki ruangan tersebut. Betapa tidak, karpet ruangannya begitu empuk, tapi kami tak diperkenankan melepas alas kaki. Ini rasanya semacam memakai baju mahal, baru nan wangi dalam keadaan keringetan pol, setelah ngecor bangunan pula. Ra biasa, bray.

Sewaktu break, saya ngikut2 dokter-dokter didepan yang mengambil kudapan beberapa jenis makanan ringan dengan garpu, dan memakannya menggunakan garpu itu pula. Lha saya ikut-ikut ngambil pakai garpu, tapi kesulitan saat harus memakannya menggunakan garpu pula. Akhirnya, tak sikat nggo tangan saja. Bukannya kampungan, hanya saja kalau hal-hal mudah janganlah dipersulit. Tapi tadi saya sempat makan kacang pakai garpu Lo. Keren kan.

Iki mbuh ndek ndi

Yang kedua adalah halal bihalal RT. Mbuh itu RTnya siapa. Lha wong diajak buat makan-makan, ya kami iyakan saja. Lumayan lah, dengan mengikuti halal bihalal ini, kami bisa sedikit menghemat, agar uangnya bisa ditabung untuk menghalalbihalalkan si dia kelak. Haha. 

Ada sesi yang menarik. Jadi, anak2 kecil yang hadir diminta untuk maju dan mengambil kertas origami. Hadiah-hadiah sudah disiapkan bagi mereka yang mau membuat origami dan maju untuk memperkenalkan karyanya ke depan. Nah, ternyata kebanyakan dari mereka membuat karya pesawat dan burung. Sudahlah agak ribet, mainstream pula.

Sebenarnya ada beberapa opsi origami yg mudah dan sepertinya belum pernah dikerjakan, seperti origami selimut. Tinggal lipat-lipat saja menjadi persegi, atau di untel-untel (di umek-umek) juga boleh bagi mereka yang malas untuk melipat. Lalu bilang saja kalau itu origami selimut.

Atau lipat sisi-sisinya sedikit saja. Itu bisa jadi origami taplak meja. Atau bisa juga membentuk topi ulang tahun. Lumayan, topinya bisa dipakai untuk membungkus dan membawa pulang camilan. Origami jas hujan tenda juga mudah. Apalagi origami kertas origami. Ya sudah. Ndak usah di lipat lagi. Tetew

Tapi entahlah. Barangkali saya saja yang terlalu bodoh jika menganggap hal2 seperti itu sebagai karya origami. Maaf. Bahkan rasanya, saya terkesan menurunkan standar origami yang biasanya dibuat dengan indah, presisi dan ketelitian yang tinggi, serta kesabaran mengendalikan emosi. Iya, origami itu bisa digunakan sebagai media melatih emosi, terlebih jika saat anda sedang khusyuk2nya membuat origami, lah tiba-tiba anda disenggol teman. Nyenggolnya pakai sepeda motor dengan kecepatan 50 km/jam pula. Emosi to? Eh jangan sampai emosi. Ingat, anda sedang mengerjakan origami.

Tapi, andaipun ada yang melakukannya, wah dia pastilah orang yang memiliki kemampuan berpikir yang out of the box. Entahlah. Out of the box atau malas ya? Haha

Eh, btw saya sudah halal bihalal sampai Solo, lho. Jadi,  kira-kira kapan saya bisa halal bihalal ke rumah njenengan sembari menghalalbihalalkan njenengan?