Tiba-tiba saja, ada beberapa potong rekaman dan gambar dari kejadian dua tahun lalu yang bertubi-tubi menyeruak dalam kepala. Sialnya, ingatan-ingatan tersebut datang di waktu yang tidak tepat. Untung saja saya cepat menguasai diri. Ah, jika tidak, tentu saja tadi pagi saya pasti menangis. Sebenarnya, menangis pun tak masalah, karena sebelumnya juga banyak yang menangis saat acara penyematan mahkota. Saya sendiri memilih untuk menyingkir saat acara penyematan mahkota wisudawan pada orang tua, karena saya yakin, saya tak akan mampu menguasai diri untuk tidak menangis.
***
Betapa menyenangkannya suasana sarapan kami di dua tahun yang lalu, karena kami dapat bermain dan melihat keseruan adik-adik PaudQu yang gedung sekolahnya masih "numpang" di rumah pak Huda, depan dapur pondok kami. Namun sekarang, alhamdulillah, PaudQu kini sudah memiliki gedung sekolah sendiri. (Tulisan berwarna biru bisa di klik lo)
Bagaimana ndak menyenangkan, lha wong jadwal sarapan kami bertepatan dengan jadwal mereka senam pinguin. Haha, lucu! Bagaimana ya, aduh, saya kurang bisa mendeskripsikan kelucuan gerakan-gerakan mereka. Tapi kalau disuruh menerjemahkan gerimis, petang, gugur dedaunan, senyum simpul dan semesta ini untukmu, sepertinya saya mampu. Ehm. (Tulisan berwarna biru bisa di klik lo [2])
"Halah lebay"
Ahahaha. Eh, btw, njenengan tau senam pinguin apa tidak?
"Tidak"
Laaaah... Kalau senam poco-poco?
"Tidak"
Kalau senam SKJ? Tau?
"Tidak juga"
Mmm... Kalau senam dua jari?
"Tauuuu brooo"
Tetew!
Back to the topic
Dan baru saja tadi pagi, di acara wisuda mereka, hampir-hampir saya menumpahkan air mata saat menyaksikan mereka menyanyikan lagu Terimakasih Guruku sebagai persembahan dan ekspresi terimakasih mereka selama 2 tahun belajar bersama ustadz-ustadzah yang supeeer-supeeer swabar. Saya teringat bagaimana kami tertawa-tawa terhibur saat melihat mereka berkejaran dengan ustadzah, minta diantarkan pipis dan buang air besar, nangis gujel-gujel, bahkan ada yang minta untuk masuk ke molen (alat pengaduk semen) dan masih banyak lagi momen-momen lucu serupa. (Tulisan berwarna biru bisa di klik lo [3])
Teringat juga saat mereka berlari dan kemudian memeluk ustadz-ustadzah, lalu mulai menciumi pipi-pipi yang mungkin sering basah kala mendoakan mereka di tengah hening malam. Mencium tangan yang tak lelah menuntun mereka belajar menulis. Menatap wajah yang senantiasa berbinar saat bertemu dan mengajar mereka kendati banyak sekali permasalahan-permasalahan berat yang tengah mereka hadapi. Menyimak dan mendengar kata-kata baik dari bibir-bibir yang senantiasa menyebut nama-nama mereka dalam tengadah doa dan tak jengah mengajari mereka membaca.
Ah, banyak sekali yang teringat, namun sedikit sekali yang mampu saya tulis. Saya mulai tak kuasa menahan apa yang saya tahan sedari pagi tadi.
Tumbuhlah dalam ketaaan pada Allah, dik. Tolong kami, duhai adik-adik yang shalih shalihah, teruslah belajar dan belajar. Jadilah mushlih mushlihah, orang baik yang kelak akan memperbaiki negeri ini dengan nilai-nilai Qur'ani yang kalian pelajari sejak dini. (Tulisan berwarna biru bisa di klik lo [4])
Salam dari saya, kakak kalian yang punya cita-cita memajukan bangsa, namun sampai sekarang masih belum bisa memajukan dirinya sendiri yang ndlahom dan mbelgedes ini.






