Liburan semester lalu, aku dan dua orang temanku, Angga dan Mujib pergi melancong ke Kawah Ijen. Kami berangkat dengan berbekal dua sepeda motor, sebuah camera digital dan GPS yang low-batt. Kami memulai perjalanan dari Tukum-Lumajang saat fajar menyingsing. Kami marung ( di daerah Tanggul. Dengan sedikit bercanda, aku mencoba merayu si ibuk penjual nasi untuk memberi diskon. Dan alhamdulillaah, kami diberi potongan harga oleh ibuk tersebut.
Perjalanan pun dilanjutkan.
Sampai di daerah Jember, GPS milik Mujib benar-benar mati, walhasil, setiap ada simpangan dijalan, kami berhenti untuk menanyakan arah pada penduduk sekitar.
Perjalanan pun dilanjutkan.
Sampai di daerah Jember, GPS milik Mujib benar-benar mati, walhasil, setiap ada simpangan dijalan, kami berhenti untuk menanyakan arah pada penduduk sekitar.
Akhirnya kami sampai di parking area nya K.I. (Kawah Ijen). Tanpa basa-basi kami langsung memarkir sepeda motor dan berjalan to the top of K.I. Camera Digital milik Angga ada padaku, kami tak tahu, bahwa camera inilah yang akan menyelamatkan perut dan lambung kami dari siksaan HCl yang selalu menginginkan "tumbal", dan akan 'memakan' lambung bila keinginannya tak terpenuhi. Aku mulai merekam momen pendakian, tentu saja dengan berinteraksi dan saling bertegur sapa dengan siapa saja yang berpapasan dengan kami. Entah kenapa dua orang temanku malu dengan tingkahku, they r tried to get away from me hahahahaha. Aku mengamati pemandangan sekitar. Seingatku salah seorang guru pernah mengatakan kepadaku, kalau alam di K.I. sudah mulai rusak. Seindah inikah alam yang rusak tersebut? atau memang dulu jauh dan jauh lebih indah dari sekarang?, batinku.
Beberapa kali kami berpapasan dengan para penambang belerang yang membawa turun hasil perburuannya menggunakan dua buah keranjang yang disatukan dengan sebuah bilah bambu. Sempat kami mewawancarai seorang penambang belerang yang tengah bersantai di rest area, yang terletak diantara puncak K.I. dengan area parkir K.I.. Menurut mereka, saat di timbang, dua buah keranjang yang terpenuhi oleh belerang akan memiliki berat sekitar 80-120 kg, dan mereka biasanya kuat bolak-balik hingga 5 kali. Whaaattt ! sebenarnya, seberapa kuatkah mereka? Mujib yang secara fisik terlihat lebih besar dan kuat dari penambang tersebut pun tak kuat mengangkat dan mempertahankannya, walau hanya 5 detik. Aku lupa berapa rupiah yang mereka terima per-kg dari belerang tersebut, yang aku ingat, jumlah tersebut kurang sepadan dengan payahnya perjuangan mereka. Ahh, inikah hidup? atau mungkin inilah tebusan atas apa yang mereka usahakan waktu remaja dahulu? pertanyaan demi pertanyaan lain mulai berdatangan, saling menyambung, mencoba melampaui kapasitas RAM otakku.
Dalam perjalanan, kami bertemu dengan beberapa mahasiswa Universitas Jember. Akhirnya kami berjalan bersama hingga sampai dipuncak K.I.. Sayangnya kami terlambat. Asap terlihat begitu digdaya, menyelubungi keindahan kawah yang sebenarnya menjadi daya tarik para wisatawan di K.I.. Apa boleh buat, tak mungkin kami harus bermalam disini dan menunggu hingga pagi hari untuk mengambil beberapa foto. Sebenarnya, kami ingin sekali menginap disini, sembari melihat blue fire yang hanya tampak dimalam hari. Entah apa alasannya sehingga kami memutuskan untuk tidak menginap dan pulang di sore harinya. Tapi lumayanlah, kami masih bisa melihat gunung yang begitu dekat di sisi utara kami. Aku telah banyak memiliki pengalaman melancong ke berbagai tempat wisata alam. Namun baru disini, keinginanku mulai menggebu-gebu. Aku ingin menaklukkan semua gunung di pulau jawa ! tapi itu hanya keinginan, bukan nazar yang harus aku penuhi.
Disini kami diberi beberapa makanan ringan dan buah jeruk oleh para mahasiswa dari Unej. Lumayan untuk mengganjal kondisi perut yang harus "berhemat". Dipuncak sana kami melakukan sholat dhuhur dan ashar yang kami jama'. Sholat di puncak K.I. ini diabadikan oleh seorang mahasiswa yang tidak melaksanakan sholat. Dimana foto ini rupanya mendapat apresiasi yang cukup bagus oleh beberapa temanku. Setelah sholat, aku mulai menyalakan camera milik Angga, kembali merekam beberapa ekspresi mereka disini. Setelah puas mengambil beberapa foto dan video, kami memutuskan untuk menuruni K.I., dimana hari semakin sore.
Tepat saat waktu maghrib, kami bersama mahasiswa Unej pergi meninggalkan K.I.. Kami mampir di rumah salah satu saudara dari mahasiswa Unej. Alhamdulillaah, disana kami mendapat makanan dan teh hangat secara cuma-cuma. Tentunya kami merasa sangat bersyukur, karena uang kami hanya cukup untuk ongkos bensin hingga pulang ke rumah. Sebenarnya mereka menawarkan agar kami menginap di salah satu markas Pencinta Alam Unej. Namun apesnya kami berpisah dijalan, hingga akhirnya kami menginap di salah satu masjid di Jember.
Aku lupa, dimana kami sarapan pada pagi harinya, yang jelas, alhamdulillaah kami berhasil pulang dengan selamat sampai di rumah masing-masing
Beberapa kali kami berpapasan dengan para penambang belerang yang membawa turun hasil perburuannya menggunakan dua buah keranjang yang disatukan dengan sebuah bilah bambu. Sempat kami mewawancarai seorang penambang belerang yang tengah bersantai di rest area, yang terletak diantara puncak K.I. dengan area parkir K.I.. Menurut mereka, saat di timbang, dua buah keranjang yang terpenuhi oleh belerang akan memiliki berat sekitar 80-120 kg, dan mereka biasanya kuat bolak-balik hingga 5 kali. Whaaattt ! sebenarnya, seberapa kuatkah mereka? Mujib yang secara fisik terlihat lebih besar dan kuat dari penambang tersebut pun tak kuat mengangkat dan mempertahankannya, walau hanya 5 detik. Aku lupa berapa rupiah yang mereka terima per-kg dari belerang tersebut, yang aku ingat, jumlah tersebut kurang sepadan dengan payahnya perjuangan mereka. Ahh, inikah hidup? atau mungkin inilah tebusan atas apa yang mereka usahakan waktu remaja dahulu? pertanyaan demi pertanyaan lain mulai berdatangan, saling menyambung, mencoba melampaui kapasitas RAM otakku.
Dalam perjalanan, kami bertemu dengan beberapa mahasiswa Universitas Jember. Akhirnya kami berjalan bersama hingga sampai dipuncak K.I.. Sayangnya kami terlambat. Asap terlihat begitu digdaya, menyelubungi keindahan kawah yang sebenarnya menjadi daya tarik para wisatawan di K.I.. Apa boleh buat, tak mungkin kami harus bermalam disini dan menunggu hingga pagi hari untuk mengambil beberapa foto. Sebenarnya, kami ingin sekali menginap disini, sembari melihat blue fire yang hanya tampak dimalam hari. Entah apa alasannya sehingga kami memutuskan untuk tidak menginap dan pulang di sore harinya. Tapi lumayanlah, kami masih bisa melihat gunung yang begitu dekat di sisi utara kami. Aku telah banyak memiliki pengalaman melancong ke berbagai tempat wisata alam. Namun baru disini, keinginanku mulai menggebu-gebu. Aku ingin menaklukkan semua gunung di pulau jawa ! tapi itu hanya keinginan, bukan nazar yang harus aku penuhi.
Disini kami diberi beberapa makanan ringan dan buah jeruk oleh para mahasiswa dari Unej. Lumayan untuk mengganjal kondisi perut yang harus "berhemat". Dipuncak sana kami melakukan sholat dhuhur dan ashar yang kami jama'. Sholat di puncak K.I. ini diabadikan oleh seorang mahasiswa yang tidak melaksanakan sholat. Dimana foto ini rupanya mendapat apresiasi yang cukup bagus oleh beberapa temanku. Setelah sholat, aku mulai menyalakan camera milik Angga, kembali merekam beberapa ekspresi mereka disini. Setelah puas mengambil beberapa foto dan video, kami memutuskan untuk menuruni K.I., dimana hari semakin sore.
Tepat saat waktu maghrib, kami bersama mahasiswa Unej pergi meninggalkan K.I.. Kami mampir di rumah salah satu saudara dari mahasiswa Unej. Alhamdulillaah, disana kami mendapat makanan dan teh hangat secara cuma-cuma. Tentunya kami merasa sangat bersyukur, karena uang kami hanya cukup untuk ongkos bensin hingga pulang ke rumah. Sebenarnya mereka menawarkan agar kami menginap di salah satu markas Pencinta Alam Unej. Namun apesnya kami berpisah dijalan, hingga akhirnya kami menginap di salah satu masjid di Jember.
Aku lupa, dimana kami sarapan pada pagi harinya, yang jelas, alhamdulillaah kami berhasil pulang dengan selamat sampai di rumah masing-masing

