Alih-alih melepaskan jabatan tangan, beliau malah menarik saya untuk kemudian duduk bersama.
"Sebentar, pak. Ada yang ingin saya bicarakan."
Untuk kesekian kalinya, panggilan 'pak' dilekatkan di saya.
"Injih bapak, ada apa ya? Nun Sewu, asmonipun bapak sinten?", Saya menuruti beliau seraya menanyakan nama. Ia menjawab dengan singkat. Nada bicaranya pelan, suaranya bergetar, kata-katanya tersusun rapi. Dandanannya rapi, berbaju serba putih nan wangi. Jika dilihat dari fisiknya, sepertinya ia sudah berumur 50 tahunan keatas. Tapi entahlah, saya yang berusia 21 tahun saja sering dianggap sekitar 27 tahunan.
"Bapak pengen bikin pesantren apa tidak?", Selidik beliau. Pertanyaan yang sama sekali tak saya duga. Saya hanya memiliki senyum pringisan sebagai jawaban. "Saya punya adik ipar, pak", lanjutnya. Waduh. Pikiran saya jadi kemana-mana. Haha. Lalu saya coba untuk menggiring beliau agar tidak mengarah ke pembicaraan yang itu. Yang itu loh, tau kan? Yang katanya enaknya cuma 5%, sedang 95%nya uwenaaaak? Tau?
Sudahlah lupakan. Haha.
"Yang Musa bawa itu cuma tongkat biasa, pak. Namun dengan kuasa Allah, ia bisa membelah lautan", beliau mulai berkisah setelah saya sukses menggiringnya keluar dari pembicaraan tadi. Dengan khidmad, satu per satu kalimat beliau saya simak.
"Kalau tongkat biasa saja bisa sedahsyat itu, apalagi Alquran yang merupakan mukjizat?"
Saya manthuk-manthuk 3 kali. Rupanya pembicaraan ini akan membuat saya mendapatkan banyak sekali ilmu yang mahal.
"Zakaria itu sudah tua. Istrinya pun tak mungkin lagi memberikan keturunan. Tapi apa yang Zakaria minta pada Rabbnya? Ia meminta putra!"
"Terkadang, doa itu juga harus begitu, yang sekiranya ndak masuk akal itu coba saja diminta, lha wong Tuhan itu Maha Kuasa", sambung beliau.
Saya manthuk-manthuk lagi, entah berapa kali. Duh ya Rabb, permintaan berat saja Engkau kabulkan, lha saya mintanya cuma yang manis, shalihah, mau sama saya, berasal dari keluarga baik-baik dan taat. Sangat mungkin kan, yaa Rabb?
"Bilal itu awalnya budak hina, pak. Tapi gara-gara dzikir 'ahad-ahad-ahad' nya yang ikhlas, Bilal dimerdekakan, diangkat derajatnya, bahkan diangkat derajatnya dengan menjadi Sahabat dari Al Musthafa shalallahu alaihi wa salam.", Beliau terus saja berkisah, dan saya tetap menjadi pendengar yang setia.
Lama sekali kami berbincang. Lalu datang lagi seseorang yang menghampiri kami.
"Mohon maaf, pak, mas Syafiqnya saya pinjam dulu, mau saya wawancara sebelum pulang ke Jember."
Yang datang itu bernama pak Sukiran. Ia tau jika saya ingin pulang sepagi mungkin. Rencana saya sih ba'da shubuh langsung berangkat. Namun saya tertahan hingga setengah tujuh karena sedang menimba ilmu mahal dadakan. Makanya ia datang kepada kami, mungkin agar pak To--yang sedang berbincang-bincang dengan saya--segera mengakhiri pembicaraan, karena takmir-takmir masjid hendak pulang, sedangkan saya belum berpamitan pada mereka.
Akhirnya setelah berbincang sejenak dengan pak Sukiran, saya berkeliling masjid untuk menyalami jamaah yang tersisa, dan berkeliling pada takmir untuk berpamitan dan mengucapkan banyak terimakasih atas sambutan dan fasilitas yang nyaman selama 4 hari saya disini.
Pindah tidur ke masjid Al Jihad Situbondo selama 4 hari terakhir Ramadhan ini memberikan banyak sekali pelajaran. Ada juga hal-hal yang membuat diri ini amatlah malu. Terutama ke-bagaimana banyaknya prasangka baik serta sanjungan yang melangit, sedang, tentu saja diri ini lebih tau bagaimana kondisi sebenarnya.
Duhai, andai aib-aib ini tercium baunya, mungkin saya akan menemukan banyak spanduk terpasang dari Jember yang berisikan seruan agar Muhammad Mustofa Syafiq janganlah sampai berangkat ke sana, selamanya.
اَللَّهُمَّ أَنْتَ أَعْلَمُ مِنِّى بِنَفْسِى وَأَنَا أَعْلَمُ بِنَفْسِى مِنْهُمْ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِى خَيْرًا مِمَّا يَظُنُّوْنَ وَاغْفِرْ لِى مَا لاَ يَعْلَمُوْنَ وَلاَ تُؤَاخِذْنِى بِمَا يَقُوْلُوْنَ
“Ya Allah, Engkau lebih mengetahui keadaan diriku daripada diriku sendiri dan aku lebih mengetahui keadaan diriku daripada mereka yang memujiku. Ya Allah, jadikanlah diriku lebih baik dari sangkaan mereka, ampunilah aku terhadap apa yang mereka tidak ketahui tentang diriku, dan janganlah Engkau hukum diriku karena apa yang mereka katakan.”
*Foto diatas adalah H Mursidi, ketua takmir Masjid Al Jihad. Orang yang heran kenapa tak ada yang mau merebut posisinya. Baraakallahu lakum, pak haji.
MasyaAllah tabarakallah.... :)
ReplyDeleteMohon doanya Bu Khairiyah :)
Deletemantebb bos
ReplyDeleteJOIN NOW !!!
ReplyDeleteDan Dapatkan Bonus yang menggiurkan dari dewalotto.site
Dengan Modal 20.000 anda dapat bermain banyak Games 1 ID
8 Pasaran Togel Terbaik Bosku
Joker Slot, Sabung Ayam Dan Masih Banyak Lagi Boskuu
BURUAN DAFTAR!
MENYEDIAKAN DEPOSIT VIA PULSA TELKOMSEL / XL
DOMPET DIGITAL OVO, DANA, LINK AJA DAN GOPAY
UNTUK KEMUDAHAN TRANSAKSI , ONLINE 24 JAM BOSKU
dewa-lotto.site