Tuesday, February 20, 2018

Jadi, Siapa Yang Sebenarnya Buta?

3


Bacalah hingga akhir dan petiklah sesuatu :)


Mas Nauval dan saya

"Halo, Mas! masih ingat saya kah?", seru saya sambil menyerobot tangannya untuk bersalaman.

"Syafiq ya?", ujarnya agak ragu, karena ia hanya mengandalkan telinga untuk mengenali saya.

"Haha, mantap!"

Jadi, tadi siang di Masjid Al-Falah, saya bertemu dengan teman yang cukup istimewa. Ia sedang menyediri di pojok kanan masjid. Saya lantas mendekat padanya yang sedang asyik membaca Al-Qur'an juz 11. 

"Kok kamu tau?"

Haha, kan ada tulisan Juz 11 yang terpampang jelas di sampul Al-Qur'an Braillenya, ya jelas lah saya tau :p

Lama tak jumpa, saya langsung saja "mengenakkan diri" untuk mengganggunya mengaji. Mengobrollah kami lepas-lepas dengan berbahasa Indonesia dan Jawa. Sesekali berbahasa Madura. 

Kami awalnya bertemu saat saya menonton Festival Al-Qur'an yang diselenggarakan hampir satu bulan penuh di masjid Roudhatul Muchlisin Jember pada Ramadhan tahun lalu. Perjumpaan yang amat berkesan. Ternyata ia adalah salah satu peserta seleksi lomba 10 Juz. Walaupun akhirnya ia tak lolos seleksi, namun itu sudah amatlah luar biasa jika mengingat keterbatasannya dalam melihat. 

Yap, ia seorang tuna netra. 

Soal yang diujikan padanya saat seleksi adalah ayat dari Juz 10. Sedangkan ketika menjelang seleksi, ia tak tak sempat memuraja'ah Juz 10 hingga tuntas karena saya ajak mengobrol. Padahal Al-Qur'an braille Juz 10 sudah ia genggam di pelukannya.

Saya benar-benar menyesal saat menontonnya tak bisa melanjutkan ayat. 

Huh. Apa gara-gara saya ya?  

Eh, tapi beberapa waktu lalu ia sempat menjadi wakil dari daerah Tapal Kuda di kategori 10 Juz dalam Musabaqoh Hifzhil Qur'an Syaikh Hamad bin Khalid Al-Thani Antar Pesantren se-Indonesia looo. Keren kan?

Ia pernah bercerita jika sebenarnya waktu SD, ia hampir hafal Juz 30 ketika ia masih di Lamongan dalam asuhan ayahnya. Namun kepindahannya ke Lumajang membuat beberapa hal menjadi berubah. Ia tak lagi menemukan lingkungan dan kondisi yang cocok untuk menghafalkan Al-Qur'an. Hingga ia tak lagi mengingat apa yang pernah dia hafalkan sebelumnya. 

Pertemuannya dengan pak Rahman di kemudian hari mengubah banyak hal. Ia mulai belajar  cara membaca huruf hijaiyah dalam braille, hingga kemudian takdir baik demi takdir baik menuntunnya menyelesaikan hafalan Al-Quran 30 Juz pada Februari 2017 lalu dalam asuhan Ustadz Wahid di Ponpes Al Khaliq. Allaahu Akbar!

"Seneng opo ora, Mas... pas ngekhatamke Qur'an?", selidik saya.

"Hehe... seneng piye. Ajur apalane, Mat!", candanya. Lepas-lepas kami tertawa.

Terlalu asyik mengobrol dengannya membuat saya terlambat kuliah dan tak diperkenankan untuk mengisi tanda kehadiran pada absen mahasiswa.

Yowis aku rapopo.



Pak Rahman dan saya

Oh iya. Ngomong-ngomong tentang pak Rahman, kebetulan saya juga pernah bertemu dan berbincang-bincang dengan beliau pada gerimis kamis beberapa bulan lalu. 

Asyik sekali berbincang-bincang dengan pak Rahman. Beliau begitu rendah hati dan penuh dengan humor yang sehat. Ohya, beliau adalah Ketua dari ITMI (Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia) Jember. 

Yap. Beliau juga seorang tunanetra.

Jika anda sudah lama berinteraksi dengan Ibnu Katsir Jember, mungkin anda ingat bahwa dulu ada Buletin yang diterbitkan Ibnu Katsir sebelum kemudian sekarang berganti menjadi Majalah Quran.

Dan beliau, adalah salah satu wartawan sekaligus nafas dari Buletin tersebut!


Tentu saja, anda sudah tau penggawean dari wartawan kan? Bayangkan jika itu dilakukan oleh seorang tuna netra. Datang kemana-mana, cari berita, wawancara, dan banyak hal lainnya. Keren kan?



Saya dan Wahab
Ohya (lagi). Ngomong-ngomong tentang Festival Alquran, ada juga yang membuat saya terkesan.  

Yang berbaju putih hitam (yang lebih kecil badannya) bernama Abdul Wahab. Sebagaimana dengan mas Nauval, Wahab adalah seorang tuna Netra yang hafal 10 juz (dan mungkin lebih) dengan lancar, terbukti dengan jadinya ia sebagai salah satu jawara di Festival AlQuran Ramadhan lalu. Ya, saya menontonnya dari awal ia masuk seleksi hingga final berakhir.

Ah, Suaranya begitu merdu, bacaannya mendayu-dayu. Saya sempat bercengkrama dengan keluarganya. ternyata, Wahab pernah "ditolak" disekolahnya yang dulu karena ia terindikasi sebagai anak yang (mohon maaf) idiot. Namun dalam asuhan Ustadz Imam Baghowi di Pesantren Yasinat, Wahab tumbuh menjadi putra yang membanggakan, baik didunia dan semoga juga kelak diakhirat.

Sedangkan sebelahnya adalah hamba yang tak pandai bersyukur. Berpenglihatan sempurna namun hafalan surat An Naas - Ad Dhuha saja nggak lancar lancar. Bahkan baca surat Al Kafirun saja masih sering kebalik balik. Mbulet.

Allahummarhamnaa bil qur'an...





Mripat wuto ra keno nggo moco. Kurang lebih begitu katanya. 

Eh tapi mereka bertiga bisa membaca. Tak hanya baca Al-Qur'an, Mas Nauval juga bisa mengoperasikan FB dan WA-an. Apalagi pak Rahman yang wartawan?

Langsung saja...

Dan kita, berapa banyak kita baca Alquran dan yang lainnya (buku, bukan chattingan) dalam hari-hati kita?

Jadi, siapa sebenarnya yang buta? Mereka atau kita?

Eh maaf.

Jadi, siapa sebenarnya yang buta? Mereka atau saya?


Tuesday, February 13, 2018

Cinta Usia Balita

3



Suatu hari, *atau haruskah saya berkata, "tadi pagi?" 

Baik.

Tadi pagi, kami melihat hal lucu. *atau haruskah saya berkata, "mereka?"

Baik

Jadi, tadi pagi ada kejadian yang kami saksikan beramai-ramai, dimana kejadian ini dianggap lucu oleh mereka, namun dalam pandangan saya hal ini sepertinya mengkhawatirkan.

Begini kejadiannya.

Ada 2 balita laki-laki yang sedang bermain di halaman ******. *atau haruskah saya beberkan siapa nama balita-balita tersebut beserta tkpnya?


Tidak baik

Datanglah kemudian seorang balita lagi, balita perempuan. Nah, permainan 2 balita laki-laki tersebut mengakibatkan wajah salah satu dari mereka menjadi kotor. Tiba-tiba, setelah mengetahui hal tersebut, mendekatlah si balita wanita dan langsung saja ia membersihkan kotoran di wajah balita laki-laki dengan tangan mungilnya.

Melihat hal tersebut, sekitar 30 an badulita (bawah dua puluh lima tahun) menyoraki mereka.

"Ciee ciieee", sorak mereka yang bersuku Jawa.

"Eee ciyeee", sorak mereka yang bersuku Madura.

"Yii jiyiii", mungkin itu yg akan disorakkan orang Arab jika ada mereka disitu, mengingat tak ada huruf C dan E dalam sistem huruf mereka.


"Xiee xie", ujar orang China asli saat berterimakasih

Disoraki sedemikian rupa, si balita perempuan tersipu. Dengan malu-malu ia meninggalkan balita laki-laki yang wajahnya masih belum bersih benar.

Sedangkan si balita laki-laki menjadi marah. Entah marah karena disoraki atau marah karena wajahnya tak jadi dibelai dibersihkan sepenuhnya. Ia lantas membanting pipa berukuran selengan yang ia pegang.

Blup

Eh sepertinya bukan begitu bunyi suara pipa yang dibanting.

Jendhyar!!!

Ah. Itu terlalu mendramatisir.

Ah sudahlah. Intinya pipa tersebut menjadi patah.

30an badulita tertawa. Saya merenung. Lazimkah hal ini terjadi pada balita? Oke, kalau scene bersih-membersihkan wajah, itu masih lazim. Namun ketersipuan dan emosi yang dikeluarkan dua balita tadi, lazimkah itu terjadi?

Ingat. Subjeknya balita lo, dimana mereka sedang berada dalam usia yang harusnya tak......

"Alah ndak usah nyinyir gitu, bilang aja kalo kamu pengen, Mas. Gak usah sok sok jadi ahli psikologi anak"

Nggak. Saya nggak nyinyir bro. Boro boro ahli psikologi. Malahan, Ada beberapa teman saya yang menyarankan saya untuk pergi ke ahli psikologi agar saya tak terlalu gila


"Tapi pengen dapet momen serupa, kan?"

Nnggg

"Nngggeh kan?" 


Mmmm

"Mmmmau kan?"

Nggak. Lagi pula saya sudah pernah gitu gituan. Nih.


"Itukan sama balita. Kalau sama badulita manis bagaimana?"

Hahaha, gimana yaaa?

Kalau begitu... Jangan dulu. Saya beli sabun jerawat dan penghalus muka dulu di toko Ibka, agar telapak tangannya tak terluka saat membelai membersihkan pipi saya. Haha

" .____. "


*btw, ini artikel pertama yang ditulis menggunakan hp :)

Monday, February 12, 2018

Rindu Dalam Al-Qur'an, Rindu Orang-Orang Pilihan. Bukan Dilan

9


Kita mulai dari Dilan dan kutipan rindunya yang "katanya" menyebabkan senyum pembaca dan penonton filmnya jadi terkembang sendiri.

Rindu itu berat. Kau  tak akan kuat. Biar aku saja

Begitulah katanya. Sebenarnya, saya tak begitu kaget, apalagi terpesona saat membaca kutipan tersebut. Ya, saya membaca, bukan menonton. Yang saya baca pun bukan novelnya, tapi yang sudah berbentuk gambar-gambar kutipan. Gambar-gambar kutipan itupun ada yang mengirimkan.

Jika ada yang menemukan saya pernah membicarakan kutipan tersebut dengan nada terpesona, ketahuilah bahwasanya saat itu saya hanya sedang berusaha untuk menghargai keterpesonaan anda.

Rindu itu berat. Kau  tak akan kuat. Biar aku saja

Tak hanya berat, bahkan dalam beberapa kondisi, rindu juga berdaya celaka. Melukai, mencelakakan diri.

Rindu itu berat. Kau  tak akan kuat. Biar aku saja

Ini kisah rindu dari seorang tua yang mungkin sudah berpuluh tahun tak bersua dengan buah hati yang ia panggil dengan sebutan yaa Bunayya. Rindunya bermula puluhan tahun silam, kala koyak baju "Bunayya"  didatangkan padanya. Koyak baju yang berlumur darah dusta.

"Serigala memakannya", sesal saudara-saudaranya. "Meskipun yang kami katakan kebenaran, kami tahu, Ayah, dikau tak akan percaya", tambah mereka. Dibandingkan dengan darah dusta yang berlumur pada baju sisa koyakan srigala, bibir bersih mereka jauh lebih dusta. Hina.

Bagi seseorang tua tersebut, rindu itu, kelak akan menjadi sebab duka cita, hingga memutihnya bola mata dan menghilang penglihatannya.

Betapa lara renjana Ya'qub alaihissalam pada "bunayya"nya, Yusuf alaihissalam.

Rindu itu berat. Kau  tak akan kuat. Biar aku saja

Bahkan, tak butuh waktu lama bagi rindu untuk membuat pengidapnya hampir-hampir celaka.

Rasa takut dan was-was menguasainya. Bala tentara yang ditugaskan untuk mengeksekusi setiap kepala bayi laki-laki sudah terasa mendekat, sedang ia tak tahu harus berbuat apa.

Ia memutuskan untuk mengikuti suara yang berdesir, entah di hati atau dikepalanya untuk menyusui bayi tersebut. (ada hikmah menakjubkan di bagian ini, akan panjang jika ditulis disini. Hubungi saja saya jika ingin tahu. Santai, ndak ada modus  :) )

Akhirnya, ia hanyutkan bayi itu disungai setelah ia ikuti lagi suara yang sebenarnya adalah ilham dari Rabbnya.

Jika Ya'ub AS mampu menahan rindu begitu lama, kali ini berbeda. Ibu yang terilhami ini tak mampu menahan rindu, padahal baru berpisah beberapa kejap mata.

Dikisahkan, betapa kemudian kalbunya menghampa. Hampir-hampir pula ia membocorkan rahasia mengenai bayi yang barusaja ia hanyutkan karena begitu khawatirnya ia dengan keselamatan putranya. Namun Rabbnya lagi-lagi memberikan ilham berupa penguatan hati. Andai ia jadi berteriak, bala tentara justru akan menemukan dan membunuh putranya, Musa alaihissalam.

Tak hanya mencelakai diri, bisa jadi rindu juga mencelakai apa-apa yang kita rindu.

Rindu itu berat. Kau  tak akan kuat. Biar aku saja

"Ya Allah pedihkanlah sakaratul mautku dan ringankan untuk ummatku", pinta Rasulullaah Shalallallaahu alaihi wa sallam saat ajalnya datang.

Ah. Betapa menyakitkannya, rindu-rindu yang dirasakan orang orang pilihan.

Apa rindu memang harus diramu dari temu? Dan jika memang rindu hanya bisa tercipta seba'da temu, lantas dengan apa harus kami namai buncah haru yang kian memburu padamu, duhai Rasul yang menganggap dirinya hanyalah perwujudan sepotong doa Ibrahim alaihissalam beribu tahun lalu?

 


Thursday, February 01, 2018

Sosok Asli Dilan; Ternyata Dilan Adalah Jokowi

12

Kolom status Whatsapp yang memuat status-status kontak WA di handphone saya akhir-akhir ini dipenuhi dengan nama Dilan dan beberapa dialog cheesy nya. Ada yang mengutip persis dengan yang tertera di novel dan terucap di film, ada pula yang memplesetkannya seperti,"Jangan BAB sambil main skipping rope dan push-up. Berat, Sulit pula. 'Air Besar' mu nggak akan keluar. Andaipun keluar pasti  juga bakal korat-karit. Berantakan. Biar aku saja. Ya, aku saja yang menertawakan andai kamu jadi melakukannya". 

Emm, sebenarnya yang diatas itu saya yang membuatnya, namun urung saya share di WA. Gak lucu.

Ada pula yang misuh-misuh ke Dilan, "Dilan kampret, yang berat itu mempertahankan hafalan Al-Qur'an, bukan rindu".

Sedikit catatan untuk akhi dan ukhti yang apdet status seperti diatas. Nampaknya perlu dipikir lagi mengenai apa yang antum tuliskan, karena sejatinya Allah sendiri yang berkata bahwa Al-Qur'an itu dipermudah untuk di ingat (dipelajari).

"Alah, kowe sok sok an ngomong koyok ngunu padahal menghafal surat Ad Dhuha sampai An Nas ae gak lancar-lancar kowe, Mus! Isin bro, kalah karo bocah-bocah paud seng wes apal juz 30!"

Haha. Maaf maaf. Mari kembali ke topik.

Tenarnya sosok Dilan membuat banyak orang bertanya-tanya,"Siapakah sosok Dilan sebenarnya?". Banyak yang berprasangka bahwa Dilan asli adalah sosok pengarang novel itu sendiri, yaitu mas Pidi Baiq. Padahal sepertinya bukan. 

Kemungkinan, Dilan adalah Pak Joko Widodo. 

"Ngawur!"

Memang ngawur. Makanya jangan percaya dulu, mari kita analisa bersama.

1. Dilan digambarkan sebagai pemuda yang juga panglima geng motor. Yang namanya panglima, pastilah ia memiliki pengaruh, kekuasaan dan keteguhan. 

Tau tidak? Berdasarkan apa yang dirilis oleh WHO, usia pemuda adalah 18-65. Sedangkan usia Pak Jokowi sekarang kurang lebih 56 tahun. Ya, beliau masih pemuda! 

Bahkan, Saya mendapatkan data dari namamia.com, bahwasanya Joko konon memiliki arti muda, sedangkan Widodo memiliki arti Keteguhan, kebijaksanaan, pengaruh dan kekuasaan. Pak Jokowi dan Dilan sama-sama muda, punya keteguhan, kebijaksanaan, pengaruh dan kekuasaan.

2.  No caption needed. Terlihat mirip kan? 
1990/2017-2018?

Menjelang Pilpres

Tapi tentu saja sifat mereka nggak mirip, Guys. Lah Dilan sukanya merusak properti, sedangkan pak Jokowi sebelum menjadi Presiden sudah pernah menggeluti usaha bikin properti. Usaha meubel, properti rumah tangga. Mana mungkin beliau tega merusak hasil kerjanya sendiri?

Ah akhirnya pakai caption. Nah, kata-kata saya saja nggak dapat dipegang. ApalagiDilan?

3. Dialog-dialog Dilan, sepertinya juga dialog-dialog yang sangat pantas untuk Pak Jokowi ucapkan. Contoh :

Dialog Dilan : 
Jangan bilang ke aku ada yang menyakitimu. Nanti besoknya, orang itu akan hilang.
 Dialog Jokowi :
"Indonesia, Jangan bilang padaku ada yang menyakitimu, nanti besoknya ia akan hilang," 

Indonesia, sakitkah engkau saat ulama-ulamamu disakiti? 

----------
Dialog Dilan : 
jangan rindu. “Kenapa?”. Berat, kamu gak akan kuat, biar aku saja.
Dialog Jokowi : 
"Jangan jadi Presiden, berat, kau tak akan kuat, biar aku saja."
Memang sangat berat, Pak. Sebagaimana apa yang telah ustadz Salim sampaikan dalam salah satu bukunya, Sekitar 261 juta jiwa akan berdiri dihadapan bapak untuk meminta pertanggungjawaban kelak di hari yang tak lagi bermanfaat emas sepenuh bumi. Berat sekali, pak.

----------
Dialog Dilan : 
Milea, kamu cantik, tapi aku belum mencintaimu. Gak tahu kalau sore, tunggu saja !!
Dialog Jokowi : 
"Indonesia, kamu cantik, tapi aku belum menjadi Presidenmu, enggak tahu kalau sesudah Pilpres 2014, tunggu aja,"
Ini dialog yang pantas diucapkan pak Joko di Pilpres lalu. 

----------
Dialog Dilan : 
Pemberitahuan: Sejak sore kemarin, aku sudah mencintaimu!” 
Dialog Jokowi : 
“Pemberitahuan: Sejak 2014 kemarin, aku sudah menjadi Presidenmu!”
Ini pantas beliau ucapkan sekarang. 

----------
Dialog Dilan : 
Kalau mencintaimu adalah kesalahan. Yasudah, biar aku salah terus saja.
Dialog Jokowi : 
“Kalau menjadi presidenmu itu adalah sebuah kesalahan, yasudah, biar. Aku salah terus saja.”
Semoga beliau tak mengucapkan ini jelang Pilpres 2019.

----------
Dialog Dilan :
Selamat ulang tahun, Milea. Ini hadiah untukmu, cuma TTS. Tapi sudah ku isi semua. Aku sayang kamu. Aku tidak mau kamu pusing karena harus mengisinya.
Dialog Jokowi : 
"Selamat, ini hadiah untukmu, cuma Sepeda Pancal, tapi ban sepedanya sudah kuisi angin semua. Aku tidak mau mulut kamu sampai kempot karena harus mengisinya dengan cara meniup."
Haha

----------
Dialog Dilan : 
“Kalau kamu bohong, itu hak kamu. Asal jangan aku yang bohong ke kamu.”
Dialog Jokowi : 
“Kalau kamu bohong, itu hak kamu. Asal jangan aku yang bohong ke kamu.
Ah bapak, jujur sekali ^_^

----------
Dialog Dilan : 
Jika hujan, aku tak akan memberimu jaket, sebab jika aku sakit, lalu siapa yang akan menjagamu 
Dialog Jokowi : 
“Jika hujan, aku tak akan memberimu payung. Sebab jika aku sakit, lalu siapa yang akan menjagamu?”
Dialog bapak pada pak Gatot bukan seperti itu kan? hehehe


Dialog Dilan dan Jokowi 
“Malam ini, kalau tidur jangan ingat aku ya! Tapi kalau mau, silakan.”

Aduh bapak, saya mau kok. Mau banget malahan. Saya sebenarnya juga ingin mendoakan bapak ditiap mau tidur agar bapak senantiasa mendapatkan hidayah dan rahmat-Nya, agar bapak memperjuangkan bangsa ini dengan benar, agar bapak mendukung ulama' ikhlas yang seringkali dikriminalisasi padahal mereka adalah sosok-sosok yang berusaha mempertahankan negri dari marabahaya yang satu persatu mulai tampak di hari ini. 



Tapi maaf, pak. Saya sering lupa.



Sebenarnya saya ngeri-ngeri gimana gitu saat menulis ini, Pak. Takutnya nanti nasib saya berakhir seperti penulis Jokowi Undercover. Semoga saja tidak ya, Pak?  



Soalnya saya belum nikah, Pak. 



Emm, bagaimana? ada banyak keterkaitan kan antara beliau dengan Dilan?



Andaipun ternyata pak Jokowi  bukanlah Dilan, banyaknya kecocokan antara beliau dengan Dilan membuat kita jadi mengetahui siapa aktor yang harusnya dipilih menjadi pemeran sosok Dilan.



Ya, aktor yang cocok memerankannya adalah si Fahri Ayat-Ayat Cinta!



"Jangan khawatir jiika rindu itu memang berat adanya. Eh sebentar. Ada juga kalimat yang berat di amal timbangan dan dicintai sang Rahman. Tenang saja, kalimat itu amatlah ringan diucapkan dilisan, kau dan aku pasti kuat dan mampu untuk melafalkannya bersama"

Relijis Romantis. Duh, Fahri mah emang gitu orangnya. 



Salam. Jangan kebanyakan nulis, bikin yang baca malas. Selain itu, saya mau tidur dulu, ndak terasa sudah tengah malam.