Bacalah hingga akhir dan petiklah sesuatu :)
![]() |
| Mas Nauval dan saya |
"Halo, Mas! masih ingat saya kah?", seru saya sambil menyerobot tangannya untuk bersalaman.
"Syafiq ya?", ujarnya agak ragu, karena ia hanya mengandalkan telinga untuk mengenali saya.
"Haha, mantap!"
Jadi, tadi siang di Masjid Al-Falah, saya bertemu dengan teman yang cukup istimewa. Ia sedang menyediri di pojok kanan masjid. Saya lantas mendekat padanya yang sedang asyik membaca Al-Qur'an juz 11.
"Kok kamu tau?"
Haha, kan ada tulisan Juz 11 yang terpampang jelas di sampul Al-Qur'an Braillenya, ya jelas lah saya tau :p
Lama tak jumpa, saya langsung saja "mengenakkan diri" untuk mengganggunya mengaji. Mengobrollah kami lepas-lepas dengan berbahasa Indonesia dan Jawa. Sesekali berbahasa Madura.
Kami awalnya bertemu saat saya menonton Festival Al-Qur'an yang diselenggarakan hampir satu bulan penuh di masjid Roudhatul Muchlisin Jember pada Ramadhan tahun lalu. Perjumpaan yang amat berkesan. Ternyata ia adalah salah satu peserta seleksi lomba 10 Juz. Walaupun akhirnya ia tak lolos seleksi, namun itu sudah amatlah luar biasa jika mengingat keterbatasannya dalam melihat.
Yap, ia seorang tuna netra.
Soal yang diujikan padanya saat seleksi adalah ayat dari Juz 10. Sedangkan ketika menjelang seleksi, ia tak tak sempat memuraja'ah Juz 10 hingga tuntas karena saya ajak mengobrol. Padahal Al-Qur'an braille Juz 10 sudah ia genggam di pelukannya.
Saya benar-benar menyesal saat menontonnya tak bisa melanjutkan ayat.
Huh. Apa gara-gara saya ya?
Eh, tapi beberapa waktu lalu ia sempat menjadi wakil dari daerah Tapal Kuda di kategori 10 Juz dalam Musabaqoh Hifzhil Qur'an Syaikh Hamad bin Khalid Al- Thani Antar Pesantren se-Indonesia looo. Keren kan?
Ia pernah bercerita jika sebenarnya waktu SD, ia hampir hafal Juz 30 ketika ia masih di Lamongan dalam asuhan ayahnya. Namun kepindahannya ke Lumajang membuat beberapa hal menjadi berubah. Ia tak lagi menemukan lingkungan dan kondisi yang cocok untuk menghafalkan Al-Qur'an. Hingga ia tak lagi mengingat apa yang pernah dia hafalkan sebelumnya.
Pertemuannya dengan pak Rahman di kemudian hari mengubah banyak hal. Ia mulai belajar cara membaca huruf hijaiyah dalam braille, hingga kemudian takdir baik demi takdir baik menuntunnya menyelesaikan hafalan Al-Quran 30 Juz pada Februari 2017 lalu dalam asuhan Ustadz Wahid di Ponpes Al Khaliq. Allaahu Akbar!
"Seneng opo ora, Mas... pas ngekhatamke Qur'an?", selidik saya.
"Hehe... seneng piye. Ajur apalane, Mat!", candanya. Lepas-lepas kami tertawa.
Terlalu asyik mengobrol dengannya membuat saya terlambat kuliah dan tak diperkenankan untuk mengisi tanda kehadiran pada absen mahasiswa.
Yowis aku rapopo.
![]() |
| Pak Rahman dan saya |
Oh iya. Ngomong-ngomong tentang pak Rahman, kebetulan saya juga pernah bertemu dan berbincang-bincang dengan beliau pada gerimis kamis beberapa bulan lalu.
Asyik sekali berbincang-bincang dengan pak Rahman. Beliau begitu rendah hati dan penuh dengan humor yang sehat. Ohya, beliau adalah Ketua dari ITMI (Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia) Jember.
Yap. Beliau juga seorang tunanetra.
Jika anda sudah lama berinteraksi dengan Ibnu Katsir Jember, mungkin anda ingat bahwa dulu ada Buletin yang diterbitkan Ibnu Katsir sebelum kemudian sekarang berganti menjadi Majalah Quran.
Dan beliau, adalah salah satu wartawan sekaligus nafas dari Buletin tersebut!
Tentu saja, anda sudah tau penggawean dari wartawan kan? Bayangkan jika itu dilakukan oleh seorang tuna netra. Datang kemana-mana, cari berita, wawancara, dan banyak hal lainnya. Keren kan?
![]() |
| Saya dan Wahab |
Yang berbaju putih hitam (yang lebih kecil badannya) bernama Abdul Wahab. Sebagaimana dengan mas Nauval, Wahab adalah seorang tuna Netra yang hafal 10 juz (dan mungkin lebih) dengan lancar, terbukti dengan jadinya ia sebagai salah satu jawara di Festival AlQuran Ramadhan lalu. Ya, saya menontonnya dari awal ia masuk seleksi hingga final berakhir.
Ah, Suaranya begitu merdu, bacaannya mendayu-dayu. Saya sempat bercengkrama dengan keluarganya. ternyata, Wahab pernah "ditolak" disekolahnya yang dulu karena ia terindikasi sebagai anak yang (mohon maaf) idiot. Namun dalam asuhan Ustadz Imam Baghowi di Pesantren Yasinat, Wahab tumbuh menjadi putra yang membanggakan, baik didunia dan semoga juga kelak diakhirat.
Sedangkan sebelahnya adalah hamba yang tak pandai bersyukur. Berpenglihatan sempurna namun hafalan surat An Naas - Ad Dhuha saja nggak lancar lancar. Bahkan baca surat Al Kafirun saja masih sering kebalik balik. Mbulet.
Allahummarhamnaa bil qur'an...
Eh tapi mereka bertiga bisa membaca. Tak hanya baca Al-Qur'an, Mas Nauval juga bisa mengoperasikan FB dan WA-an. Apalagi pak Rahman yang wartawan?
Langsung saja...
Dan kita, berapa banyak kita baca Alquran dan yang lainnya (buku, bukan chattingan) dalam hari-hati kita?
Jadi, siapa sebenarnya yang buta? Mereka atau kita?
Eh maaf.
Jadi, siapa sebenarnya yang buta? Mereka atau saya?










