Monday, April 13, 2015

Fahri dan si Somat ~ Cinta

6

--ATTENTION GUYS--
---- Cerita ini bukan fiktif belaka. Apabila ada unsur kesamaan nama, kejadian dan tempat, mungkin hanya kebetulan bos----



“He goblok! Kon iku sopo?!”, ucapku geram, pada diriku sendiri. Sungguh berkecamuk isi kepalaku sekarang. Mencoba untuk menenangkan pikiran, kuputar murattal Syaikh Nabil Rifa’I keras-keras, membaringkan diri, menunggu lelap mengambil alih raga yang sungguh rapuh akan lena dunia.

Betapa bodohnya –aku–sebut saja Fahri (mengambil nama tokoh dalam film Ayat-Ayat Cinta)–  seorang insan yang benar-benar harus bertekuk lutut, tumbang dalam mempertahankan janji yang kubuat pada diriku sendiri. Janji untuk tidak akan pernah memberikan rasa bahagia dan cinta kecuali pada keluarga dan calon istriku kelak.

Bermula dari sebuah sms, berlanjut dengan komunikasi yang lumayan intens di medsos, lalu akhirnya bertemu karena ada sebuah permintaan bantuan. Pada awalnya aku yakin, setan tak akan mampu membujukku untuk melanggar janjiku. 

Woi woi ,  gaya tenan koe nantang setan yang jelas-jelas wes urip ribuan taun Ri Fahri!!!


Cerita mengenai Bahira, Yusuf dan Zulaikha, Ali dan Fathimah,  terngiang-ngiang di kepalaku, cerita yang rasanya seperti mengejek kelemahan imanku.



**

Hari itu, kami berjanji bertemu di sebuah perumahan. Awalnya hanya untuk saling bertukar laptop, aku memperbaiki laptopnya, dan sementara waktu, dia memakai laptopku. Sebenarnya, aku sangat malu, malu dan takut pada Tuhan, juga malu pada diri sendiri dan janji yang telah kubuat.

Meh 6 taun nggak ketemu kan? Ayo wes, sekalian silaturrahmi”, setan sedang mencari ‘pembenaran’, lalu membisikkan pengaruhnya padaku menggunakan bahasa yang lembut, persuasive banget. 

Apa daya, ragaku mengiyakan. Alibi silaturrahmi membuat rasa takut dan maluku pada Tuhan berkurang. Sayup-sayup terdengar, setan yang tertawa terpingkal-pingkal melihatku yang baru saja melanggar sebuah perintah Al Quran untuk jangan mendekati zina.

“heh Jon, sawangen cah kui. Piye to, sholat, qur’an lan hadits e tiba’e isik urung iso njogo de’e  soko nyedek i maksiat” ujar si Somat, kapten setan Divisi Zina.


“wak wak wak, mbok apakno to cah kui Mat kok sampek lali marang wedine ndek Gusti Pengeran”, ujar setan lainnya sambil menyeka airmata yang tumpah sembari tertawa terbahak-bahak.

Yah begitulah kira-kira dialog setan setelah berhasil merayuku.

Beberapa menit kemudian, kami benar-benar bertemu setelah sekian tahun lamanya berpisah.

Baru 2 detik memandang, getaran dihati rasanya menghebat, badanku panas dingin,lidahku kelu. Sungguh, kebanggaanku sebagai seorang yang sedang berusaha menjaga kalam Allah dalam diri seakan dirobek-robek oleh penampilannya saat itu. Damn! She made me speechless!.

Pakaian syar’i yang menyelubungi gadis pemilik wajah ayu itu, ditambah tahi lalat kecil dibawah bibir yang meronakan senyum menawan. Penampilan yang sungguh anggun. Dia benar-benar tahu cara mengeksploitasi kelemahan terbesarku!

“langsung ke kosan tah?” ujarnya, membuka pembicaraan, membangunkan diriku yang hampir lenyap dalam lamunan. Ah, aku hampir tidak mengenali suaranya.

“Iya wes ayo” balasku. Lagi-lagi terdengar suara setan yang cekikikan, lebih keras dari tadi.

Dari rumah saudaranya, aku mengantarkan –dirinya–sebut saja namanya Aisha(lawan main Fahri)–  menuju kosan yang ia tempati . Berboncengan, berduaan. Aku berupaya sebisa mungkin untuk merenggangkan jarak untuk menghindari terjadinya sentuhan antara lengannya dengan punggungku.

 “Lo lo nanggung ngger, ayo nggolek cara, piye kirane ben Aisha meluk koe!” canda si Somat.

“Lek soal ngono iku, ojo ngarep koe menang soko aku Mat!” aku menjawab candaan si Somat.

“Lo piye to? Aku lo wes menang mulai mau ngger, pikiren, aku seng telah nggarai koe wani nggonceng arek iku hahahaha” Kelakar si Somat, tidak mau mengalah.

**

Setelah sampai, kami hanya bertukar laptop. Kemudian aku pulang, menyisakan degup kencang yang tak kunjung hilang.

Dihadapannya, kepribadian sanguinis-plegmatisku serasa berubah menjadi kepribadian lain. Didepannya, rasanya aku tidak bias apa-apa, kuthu’ tenan.  

Mak, opo iki rasane tresno? Piye iki mak, piye? Tole sik cilik, sik urung pantes ngrasakne hal macem iki.

Namun segala puji bagi Tuhan, yang mungkin tak ingin cinta-Nya diduakan. Sepertinya ada seseorang yang telah menempati hati beserta harddisk laptop si Aisha (maafkan kelancangan saya membuka isi laptop anda). Ngerti gak, rasane ono seng nyandet nde’ dodo pas digae ambekan rek!.

Lah, koe iki sopo? Gak mungkin arek seng mek smsan(ikupun jarang), gak pernah ketemu, gak  pernah nggae bahagia, gak pernah ngeke’i opo opo, gak pernah berbagi suka duka, gak mungkin iso ngganteni “02juni2014” ndek urip e Aisha, goblok tenan koe Ri Fahri!

Ah sudahlah, saat ini memupus sepertinya lebih baik daripada memupuk harapan. Benar-benar bagai pungguk merindukan galaksi Andromeda, unreachable!. [paragraph paling gak jelas]

****

Da’uniy, da’uniy. Cukuplah kita sisakan satu pertemuan saja hanya untuk mengembalikan masing-masing laptop, lalu berpisah.

Da’uniy, da’uniy. Cukuplah kau kujaga dalam doa pada-Nya. Jadi, berhentilah untuk mencoba masuk kedalam waktu percintaanku dengan-Nya. Kau sudah teramat lancang karena tlah menampakkan dirimu dalam shalatku.

Faktafiy, faktafiy. Sungguh aku menyukaimu, namun bukan ini  yang kuinginkan. Aku telah berjanji untuk menggenapkan seluruh suka ku pada istriku kelak, jika kau tak mau berhenti membuatku menyukaimu, maka tolong,  bertanggungjawablah atas rasa ini esok.

Faktafiy, faktafiy. Sungguh cinta ini tak tertahankan. Maka dari itu, marilah berpisah, jangan sampai kita memulai hubungan dengan cara yang tidak diridlai oleh Tuhan.

Dzarniy, dzarniy. Bukan berarti aku tak memperjuangkan, tapi biarlah aku menyimpan hingga kelak aku merasa pantas untuk mengutarakan

Dzarniy, Dzarniy. Andai Sang Maha Cinta tidak memperkenankan kita menjalin hubungan halal esok hari, aku tetap mendoakan yang terbaik. Semoga kau mendapatkan pasangan yang tetap dapat menyangga sayap anggunmu, memelihara terang cahayamu yaa Mar.atul Jannah :')