--ATTENTION GUYS--
---- Cerita ini bukan fiktif belaka. Apabila ada unsur kesamaan nama,
kejadian dan tempat, mungkin hanya kebetulan bos----
“He goblok! Kon iku sopo?!”, ucapku geram, pada diriku sendiri. Sungguh berkecamuk isi kepalaku sekarang. Mencoba untuk menenangkan pikiran, kuputar murattal Syaikh Nabil Rifa’I keras-keras, membaringkan diri, menunggu lelap mengambil alih raga yang sungguh rapuh akan lena dunia.
Betapa bodohnya –aku–sebut saja Fahri (mengambil nama tokoh
dalam film Ayat-Ayat Cinta)– seorang
insan yang benar-benar harus bertekuk lutut, tumbang dalam mempertahankan janji
yang kubuat pada diriku sendiri. Janji untuk tidak akan pernah memberikan rasa
bahagia dan cinta kecuali pada keluarga dan calon istriku kelak.
Bermula dari sebuah sms, berlanjut dengan komunikasi yang
lumayan intens di medsos, lalu akhirnya bertemu karena ada sebuah permintaan
bantuan. Pada awalnya aku yakin, setan tak akan mampu membujukku untuk
melanggar janjiku.
Cerita mengenai Bahira, Yusuf dan Zulaikha, Ali dan Fathimah, terngiang-ngiang di kepalaku, cerita yang
rasanya seperti mengejek kelemahan imanku.
**
Hari itu, kami berjanji bertemu di sebuah perumahan. Awalnya
hanya untuk saling bertukar laptop, aku memperbaiki laptopnya, dan sementara
waktu, dia memakai laptopku. Sebenarnya, aku sangat malu, malu dan takut pada
Tuhan, juga malu pada diri sendiri dan janji yang telah kubuat.
“Meh 6 taun nggak ketemu kan? Ayo wes, sekalian
silaturrahmi”, setan sedang mencari ‘pembenaran’, lalu
membisikkan pengaruhnya padaku menggunakan bahasa yang lembut, persuasive banget.
Apa daya, ragaku mengiyakan. Alibi silaturrahmi membuat rasa takut dan maluku pada
Tuhan berkurang. Sayup-sayup terdengar, setan yang tertawa terpingkal-pingkal
melihatku yang baru saja melanggar sebuah perintah Al Quran untuk jangan
mendekati zina.
“heh Jon, sawangen cah
kui. Piye to, sholat, qur’an lan hadits e tiba’e isik urung iso njogo de’e soko nyedek i maksiat” ujar si Somat, kapten setan Divisi
Zina.
“wak wak wak, mbok apakno to cah kui Mat kok sampek lali marang wedine ndek
Gusti Pengeran”, ujar setan lainnya sambil menyeka airmata yang tumpah
sembari tertawa terbahak-bahak.
Yah begitulah kira-kira dialog setan setelah berhasil
merayuku.
Beberapa menit kemudian, kami benar-benar bertemu setelah
sekian tahun lamanya berpisah.
Baru 2 detik memandang, getaran dihati rasanya menghebat,
badanku panas dingin,lidahku kelu. Sungguh, kebanggaanku sebagai seorang yang sedang
berusaha menjaga kalam Allah dalam diri seakan dirobek-robek oleh penampilannya
saat itu. Damn! She made me speechless!.
Pakaian syar’i yang menyelubungi gadis pemilik wajah ayu itu,
ditambah tahi lalat kecil dibawah bibir yang meronakan senyum menawan. Penampilan
yang sungguh anggun. Dia benar-benar tahu cara mengeksploitasi kelemahan
terbesarku!
“langsung ke kosan tah?” ujarnya, membuka pembicaraan,
membangunkan diriku yang hampir lenyap dalam lamunan. Ah, aku hampir tidak
mengenali suaranya.
“Iya wes ayo” balasku. Lagi-lagi terdengar suara setan yang cekikikan, lebih keras dari tadi.
Dari rumah saudaranya, aku mengantarkan –dirinya–sebut saja
namanya Aisha(lawan main Fahri)– menuju
kosan yang ia tempati . Berboncengan, berduaan. Aku berupaya sebisa mungkin
untuk merenggangkan jarak untuk menghindari terjadinya sentuhan antara
lengannya dengan punggungku.
“Lo lo nanggung ngger, ayo nggolek cara, piye
kirane ben Aisha meluk koe!” canda si Somat.
“Lek soal ngono iku, ojo ngarep koe menang soko aku Mat!” aku menjawab
candaan si Somat.
“Lo piye to? Aku lo wes
menang mulai mau ngger, pikiren, aku seng telah nggarai koe wani nggonceng arek
iku hahahaha” Kelakar si
Somat, tidak mau mengalah.
**
Setelah sampai, kami hanya bertukar laptop. Kemudian aku pulang,
menyisakan degup kencang yang tak kunjung hilang.
Dihadapannya, kepribadian sanguinis-plegmatisku serasa berubah menjadi
kepribadian lain. Didepannya, rasanya aku tidak bias apa-apa, kuthu’ tenan.
Mak, opo iki rasane tresno? Piye
iki mak, piye? Tole sik cilik, sik urung pantes ngrasakne hal macem iki.
Namun segala puji bagi Tuhan, yang mungkin tak ingin cinta-Nya diduakan.
Sepertinya ada seseorang yang telah menempati hati beserta harddisk laptop si Aisha
(maafkan kelancangan saya membuka isi laptop anda). Ngerti gak, rasane ono seng nyandet nde’ dodo pas digae ambekan rek!.
Lah, koe iki sopo? Gak mungkin
arek seng mek smsan(ikupun jarang), gak pernah ketemu, gak pernah nggae bahagia, gak pernah ngeke’i opo
opo, gak pernah berbagi suka duka, gak mungkin iso ngganteni “02juni2014” ndek urip e Aisha,
goblok tenan koe Ri Fahri!
Ah sudahlah, saat ini memupus sepertinya lebih baik daripada memupuk harapan. Benar-benar
bagai pungguk merindukan galaksi Andromeda, unreachable!. [paragraph paling gak
jelas]
****
Da’uniy, da’uniy. Cukuplah kita
sisakan satu pertemuan saja hanya untuk mengembalikan masing-masing laptop,
lalu berpisah.
Da’uniy, da’uniy. Cukuplah kau
kujaga dalam doa pada-Nya. Jadi, berhentilah untuk mencoba masuk kedalam waktu percintaanku
dengan-Nya. Kau sudah teramat lancang karena tlah menampakkan dirimu dalam shalatku.
Faktafiy, faktafiy. Sungguh aku menyukaimu,
namun bukan ini yang kuinginkan. Aku
telah berjanji untuk menggenapkan seluruh suka ku pada istriku kelak, jika kau
tak mau berhenti membuatku menyukaimu, maka tolong, bertanggungjawablah atas rasa ini esok.
Faktafiy, faktafiy. Sungguh cinta ini tak
tertahankan. Maka dari itu, marilah berpisah, jangan sampai kita memulai
hubungan dengan cara yang tidak diridlai oleh Tuhan.
Dzarniy, dzarniy. Bukan berarti aku tak
memperjuangkan, tapi biarlah aku menyimpan hingga kelak aku merasa pantas untuk
mengutarakan
Dzarniy, Dzarniy. Andai Sang Maha Cinta tidak memperkenankan
kita menjalin hubungan halal esok hari, aku tetap mendoakan yang terbaik. Semoga
kau mendapatkan pasangan yang tetap dapat menyangga sayap anggunmu, memelihara
terang cahayamu yaa Mar.atul Jannah :')

