Sore ini, Tuhan mencipta sepasang gerimis…
Taman kota terguyur tipis
Begitu pula pohon beringin tua,
Yang bergurat namamu, manis
Sore ini awal Januari
Angin bertiup disana sini
Hingga berguguranlah daun-daun,
Begitu pula dedaunan beringin tua itu..
Yang daunnya tak jatuh pada tanah,
Ia bermuara, pada ingatan paling kenang
Angin bertiup disana sini
Bertiup dimatamu jua
Apa semilirnya mengganggu?
Bertiup dimatamu jua
Apa semilirnya mengganggu?
Hingga memerah matamu?
“Bukan karena angin, tapi sembilu darimu”, isakmu
Aku lantas duduk
Namun tidak dengan pikiranku
Ia tak bisa duduk
Ia aruk
Ia aruk
Ia mencoba menerka
Ia mengacak isi kepala
Ia menemukan… kenangan
Menari rancak…
Berteriak…
Acak…
Hingga...
Hingga...
Aku tersadar akan sesuatu…
Tapi aku masih pusing
Entah karena ku tak tidur semalam
Atau karena mabuk kepayang
Padahal hanya ku tenggak 3 cawan rindu, yang
diseduh jarak, disajikan waktu
diseduh jarak, disajikan waktu
Tapi kenapa bisa begitu memabukkan?
Mungkin tidur adalah obatnya
Sayangnya, ku tak mampu membeli obat tidur
Sayangnya, ku tak mampu membeli obat tidur
Namun ku ingin tidur
Dan tak perlu terjaga sekalian
Kuraih cekam, kuselimutkan rapat-rapat
Padat-padat
Rekat-rekat
Erat-erat
Gelap-gelap
Gelap-gelap
Mencoba menghilang, dalam ingatan sendiri
Namun tetap saja, aku tak kunjung tertidur
Degup ini terlalu memburu
Lalu kucoba berpuisi
Tanpa bahasa
Karena cinta, sudah tak sanggup lagi...
Dipuisikan...
Dalam bahasa apapun
Barangkali dengan berpuisi aku bisa tertidur
Dan tak perlu terjaga sekalian
Sementara itu... Sepasang gerimis mulai berlalu,
Seiring lambaian tanganmu
Juga senyummu, yang belum sempat kumiliki
-----------------------------------
*Info
Ini bukan puisi. Ini sama seperti tulisan2 sebelumnya, namun mengalami pereduksian kata, lalu disusun sedemikian rupa

