Baru pertama kali ini nyoba nulis thriller, inipun karena ada request. Hahaha. Monggo dinikmati :)
***
“Aaaaaaa!!!”
Terdengar teriakan balita perempuan dari arah kamar mandi.
Sontak saja, beberapa balita lainnya segera keluar kelas untuk menuju sumber
suara.
“Mutia, kenapa kamu menjerit?”, tanya Ali setibanya di depan
kamar mandi.
“Ituuu…”, tunjuk Mutia kearah kamar mandi dengan memalingkan
muka. Ali dan Hida mendekat.
“Aaaaa!!!”, mereka berdua juga berteriak.
Melihat Ali dan Hida berteriak, beberapa balita lainnya
bersama-sama mendekat kearah kamar mandi.
“Aaaaaaaaaaaa!!!”, mereka serentak berteriak.
Kelas B Paud Kece (Kecambah Cendikia) geger besar pagi itu. Kegegeran itu
dimulai dari Umi Anis yang meninggalkan kelas karena ada telepon mendadak
sehingga bocah-bocah jadi bebas berkeliaran. Sebenarnya Umi Anis sudah meminta
bantuan pada Ami Syafiq untuk menjaga mereka. Namun nampaknya Ami Syafiq tak terlalu
menghiraukan apa yang mereka kerjakan karena sedang menulis konten blognya di kantor Paud.
“Alah, tak mungkin lah mereka menghancurkan bangunan Paud,
biarlah mereka berkreasi”, begitu pikir Syafiq yang lebih asyik dengan laptop
milik ustadz Asnajib dan camilan yang di bawa bu Nova.
Ditengah jeritan mereka, ada suara berwibawa yang meredakan
suasana.
“Teman-teman, tenang!”, seru Ibrahim. Seketika suasana
menjadi tenang.
“Adek kebelet pipiiis”, celetuk Nabila. Ia langsung saja
main serobot menembus kerumunan menuju kamar mandi.
“Aaaaaa!!”, Nabila mengurungkan niatnya untuk pipis dikamar
mandi setelah melihat sebuah kucing tergeletak mati di kamar mandi. Jadilah
Nabila pipis di celana.
Rupanya, penemuan kucing mati tersebutlah yang ternyata
membuat mereka geger.
“Coba kita analisa. Bisa jadi kucing tersebut mati sendiri,
bisa jadi ia dibunuh lalu dimasukkan kamar mandi untuk menghilangkan jejak”,
Wardah mengutarakan pemikirannya.
“Jadi teman-teman, kira-kira mana yang lebih mendekati
kebenaran?”, Ibrahim meminta pendapat pada semuanya.
Semuanya terdiam, fokus berpikir.
“Ali, adek pipis di celanaaa”, rengek Nabila pada kakaknya,
memecah keheningan murid kelas B yang sedang mengerahkan daya otaknya untuk
berpikir. “Aduh adeeek. Jangan pipis dicelana lah deeek, kayak anak kecil aja”,
keluh Ali.
“Adek kan emang masih keciiil… Huaaaa, Abiii, Abiiii…”, Nabila
mulai menangis dan pergi mencari Abinya.
"Mutia, apa tadi kamu melihat sesuatu yang mencurigakan disini?", tanya Ali, mencoba mengintrogasi.
Mutia mulai menceritakan kronologi kejadian. Namun hanya sebatas ia kebelet pipis, lalu pergi ke kamar mandi untuk pipis, namun tidak jadi pipis karena ada kucing mati.
Mereka memperhatikan sekitar sekali lagi. Lalu mereka melihat Yusuf yang sedang bermain pasir di depan kantor. Ibrahim menuju kearah Yusuf dan menanyakan pertanyaan serupa yang ditanyakan Ali pada Mutia.
"Ablablababaalabla ah glu glu", jawab Yusuf. Meskipun Ibrahim pernah menjadi batita, ia tetap saja kesulitan mengurai sandi yang diucapkan Yusuf.
Tiba-tiba Wardah teringat sesuatu. Ia sampaikan apa yang ia ingat pada Ibrahim, bahwasanya sebelum Mutia keluar kelas, Gazi terlebih dahulu keluar dengan membawa tas.
"Ustadz Nizam! Ustadz Nizam!", seru bocah-bocah yang sedari tadi berpikir keras, seakan-akan mereka berpikir bahwa Ustadz Nizam lah pelakunya. Baru saja Ibrahim hendak bertanya apa penyebab mereka berpikir bahwa Ustadz Nizam adalah pelakunya, eh ia terlebih dahulu melihat Ustadz Nizam sedang lewat membawa piring. Ternyata mereka berteriak Ustadz Nizam Ustadz Nizam karena dia sedang melintas dihadapan mereka untuk mengambil sarapan. Beberapa bocah tersebut mulai mengerumuni Ustadz Nizam.
Ibrahim dan Ali lantas mendekati Gazi yang ikut berkerumun di Ustadz Nizam, lalu menanyakan pertanyaan tadi pada Gazi.
Gazi bercerita jika ia hanya pergi ke kamar mandi untuk memperbarui wudhu dan mencuci sesuatu, setelah itu keluar lagi.
Ibrahim dan Ali dilema. Tak mungkin lah mereka menuduh orang baik-baik dengan tuduhan yang bukan-bukan. "Kita lapor Ami Syafiq yuk, Im", ajak Ali pada Ibrahim. Ali merasa bahwa permasalahan ini haruus diserahkan ditangan yang tepat.
Uhuk. Ehm ehm.
"Amii, Amii Syafiiq", Ibrahim dan Ali menggedor-gedor pintu kantor sambil memanggil-manggil Ami Syafiq. Baru saja pintu terbuka, Ami Syafiq langsung dicecar denga perkataan yang baginya kurang bisa dipahami. Sebenarnya mereka berkata cukup jelas. Hanya saja, Ami Syafiq memang terlalu lemot loading otaknya.
"aouaglhbgpawtlwtjhgb'oluglugwaasdgasgh", semacam itulah terdengarnya bunyi yang disampaikan secara berebutan oleh dua bocah kecil pada Ami Syafiq. Tak mau ambil pusing, Ami Syafiq mengambil handphone dan menelpon Umi Anis untuk segera ke Kantor karena ada keributan disini.
Sesuai dugaan mereka, Ami Syafiq benar-benar mengambih langkah yang tepat.
Beberapa menit kemudian, Umi Anis datang dan langsung menyeru murid-muridnya untuk berkumpul. "Ada apa ini... ada apa?", tanya Umi Anis
"Begini, ustadzah...", putranya--Ali--maju kearahnya untuk menjelaskan kejadian tadi.
Umi Anis sedikit merinding mendengar penjalasan tersebut, karena ia juga pernah mendapati kamar mandi yang hanya bisa ditutup dari dalam tersebut terkunci seharian, Angker lah pokoknya.
Khawatir dengan kejadian itu, bersegeralah Umi Anis menuju TKP untuk memastikan kejadiannya. Ia mulai berjalan berjingkat-jingkat ke kamar mandi setelah jaraknya tinggal 10 meter.
Lututnya menjadi lemas setelah ia melihat kucing mati tersebut.
"Anak-anaaak, ayo berkumpuuul disini", seru Umi Anis setengah berteriak.
"Anak-anak, ini bukan kucing mati, ini cuma boneka", papar Umi Anis setelah mereka terkumpul semuanya. "Dan boneka ini sepertinya milik Gazi, iya kan Gazi?"
Gazi hanya tersenyum dan berjalan menghampiri Umi Anis untuk mengambil bonekanya. Lalu Gazi mulai menjelaskan, jika tadi ia juga sempat mencuci bonekanya yang terkena cat air. Umi Anis memakluminya dan menyangka, mungkin saja boneka itu terjatuh ketika Gazi hendak memasukkannya dalam tas.
"Seharusnya, kalian teliti dulu. Masak kalian tidak tahu kalau kucing itu adalah boneka?", tanya Umi Anis dengan gemas.
"Tau ustadzah...", jawab mereka serempak.
"Nah, kenapa mesti ditakuti dan dipermasalahkan?"
"Tapi kan itu memang kucing mati, Ustadzah. Bentuknya seperti kucing dan kondisinya juga tidak memiliki nyawa karena itu benda mati, iya kan ustadzah?", celetuk Wardah
Umi Anis semakin gemas, lututnya semakin melemas.
"Lagi pula, sebenarnya dari tadi kami hanya beradegan saja, Ustadzah. Kami berlatih drama untuk pementasan wisuda mendatang agar lebih baik lagi persiapannya, agar Ustadzah tidak perlu lagi berteriak-teriak hingga kehabisan suara saat melatih kami", Ibrahim menjelaskan keadaan yang sebenarnya terjadi.
Sedang dihadapan mereka, Umi Anis setengah menganga tak percaya, tak tau lagi harus berkata apa.
***
Katanya thriller. Lah... Thrillernya dimana -_-


Judulnya lebih tepat, dikira trhiller fiqqqq, 😪🤣
ReplyDeleteDan kalau dipikir2, disini mengandung pengarahan pemikiran bahwa tokoh paling cerdas adalah pemuda pemain laptop, jelas dini diarahkan kesana, dan itu berhasil, krn solutif sekali usulannya
ReplyDeleteKesimpulan yang cerdas :D
DeleteSaya kudu komen apa ini
ReplyDeleteLa itu sudah komen ^^'
Delete