Entah untuk yang keberapa kalinya, Pak Shulhan membicarakannya didepan saya. Dan beberapa kali pula, saya mendapati Pak Shulhan dan Mas Adi, dua orang yang saya kagumi, membicarakan mengenai seseorang tersebut dengan berbagai ekspresi kekaguman.
Itu adalah salah satu perkataan Pak Shulhan pada saya mengenainya. Pak Shulhan menceritakan banyak hal tentangnya pada saya, banyak sekali.
Pada awalnya, saya berpikir, "apa perduliku dengan semua itu, Pak? Toh aku tak mengenalnya, tak memiliki urusan apapun dengannya, uang didompet tak bertambah saat aku mendengarkan apa-apa mengenainya,dan dia bukan seorang perempuan pula, . Jadi apa untungnya mendengar cerita pean ?".
Andai Pak Shulhan bukan seorang guru yang berhasil menjadi salah satu "perantara hidayah" Tuhan pada saya, pasti saya sudah berkata padanya, "ngomong sepisan eneh tentang de'e age, pean oleh mangkok karo piring gratis, pak! (bicara sekali lagi mengenainya, sampean dapat mangkok dan piring gratis, pak!)" *efek-kebanyakan-liat-iklan-sabun-cuci*
Itu hanya terlintas dipikiran saya. Karena jika saya katakan hal itu, entah harus berapa kali saya harus memberi Pak Shulhan mangkok dan piring gratis.
Dan di suatu malam di bulan ramadhan, Pak Shulhan mengajak saya untuk melihat festival Al-Qur'an. Disitu saya bertemu dan sedikit berbincang-bincang dengannya. Bermula dari hal itu, saya jadi sedikit paham mengapa Pak Shulhan sering menceritakannya pada saya.
Dulu saya pernah mendengar bahwa intelektualitas seseorang dapat dilihat dari sorot dan tatap matanya. Tatap mata yang bagaimana? sorot mata mata yang bagaimana? Hahaha mana saya tau... Namun sorot dan apa yang tersirat dari tatap matanya membuat saya memiliki kesan bahwa ia memang bukan seseorang yang biasa-biasa saja. Apalagi seseorang yang suka baca komik sampai puluhan judul, acapkali dianggap idiot dan longor oleh kawan-kawannya, sering berkhayal menjadi seorang superheroyang menyelamatkan nyawa janda muda kaya raya dari gangguan preman, dan bercita-cita memiliki kapak 212 Wiro Sableng. Bukan, dia bukan orang seperti itu!
Dan jangan mengira jika orang yang suka baca komik dll seperti diatas adalah saya! Namun jika anda berprasangka demikian, yah apa boleh buat.
Kesan pertama saya padanya membuat saya ingin mengetahui seperti apa dirinya, termasuk mengetahui parfum apa yang sedang ia pakai saat itu. Wangi banget. Haha.
Dari percakapan singkat dengannya, saya jadi tertarik untuk masuk ke Ibnu Katsir Jember, pondok yang ia tempati dan saya tempati sekarang. Kalau tidak salah, besok adalah batas terakhir pendaftaran pondok tersebut. Dan keesokan harinya lagi, saya datang pagi-pagi sekali ke pondok tersebut untuk mendaftar dengan membawa berkas yang sangat tidak lengkap sekaligus mengikuti ujian yang cukup membuat saya menyadari betapa bodohnya saya dibidang agama.
Di salah satu ujian, terdapat ujian wawancara bahasa arab. Glodak!
Berbekal jawaban "afwan, ana laa a'rif & afwan ana laa adri" yang sebelumnya sudah saya tanyakan pada teman saya apa bahasa arab dari "maaf, saya nggak tau", saya melangkah dengan PD saat nama saya dipanggil untuk diuji.
Dan yang memanggil adalah dirinya, dia pula yang menguji. Selepas bertukar senyuman, ia langsung bertanya, "ma ismuka?".
Glodak! Saya bengong. Plonga-plongo.
Untungnya dia segera memberitahukan artinya, dan saya bisa menjawabnya.
Beberapa hari kemudian, saya mendapat surat yang memberitahukan bahwa saya diterima menjadi salah satu santri disini. yeeeaay.
Saya jadi mikir, kok bisa ya? padahal rasanya ujian ujiannya gak ada yang tak kerjakan dengan beres, kebanyakan bahkan soal ujiannya saya tulis ulang sebagai jawaban.
Ah, ternyata karena kuota santri baru masih tersisa, jadinya saya dimasukkan. Hahaha
Dan kehidupan baru saya dimulai dari sini. Kehidupan yang ditakdirkan bagi saya untuk menyaksikan sendiri bahwa apa yang dibincangkan oleh mas Adi dan pak Shulhan dengan kekaguman hanyalah sebagian kecil dari hal-hal yang mengagumkan mengenai dirinya.
*Bersambung
Perasaan tulisan saya ada beberapa yang bersambung deh, tapi sampe sekarang belum juga disambung-sambung -_-
"Di kelas, rasa-rasanya tidak ada yang bisa mengimbangiku kecuali satu orang. Tapi dia masih sedikit dibawahku. Namun jika kulihat bagaimana ia berkembang, rasa-rasanya beberapa saat lagi, aku tidak akan mampu mengimbanginya."
Itu adalah salah satu perkataan Pak Shulhan pada saya mengenainya. Pak Shulhan menceritakan banyak hal tentangnya pada saya, banyak sekali.
Pada awalnya, saya berpikir, "apa perduliku dengan semua itu, Pak? Toh aku tak mengenalnya, tak memiliki urusan apapun dengannya, uang didompet tak bertambah saat aku mendengarkan apa-apa mengenainya,
Andai Pak Shulhan bukan seorang guru yang berhasil menjadi salah satu "perantara hidayah" Tuhan pada saya, pasti saya sudah berkata padanya, "ngomong sepisan eneh tentang de'e age, pean oleh mangkok karo piring gratis, pak! (bicara sekali lagi mengenainya, sampean dapat mangkok dan piring gratis, pak!)" *efek-kebanyakan-liat-iklan-sabun-cuci*
Itu hanya terlintas dipikiran saya. Karena jika saya katakan hal itu, entah harus berapa kali saya harus memberi Pak Shulhan mangkok dan piring gratis.
Dan di suatu malam di bulan ramadhan, Pak Shulhan mengajak saya untuk melihat festival Al-Qur'an. Disitu saya bertemu dan sedikit berbincang-bincang dengannya. Bermula dari hal itu, saya jadi sedikit paham mengapa Pak Shulhan sering menceritakannya pada saya.
Dulu saya pernah mendengar bahwa intelektualitas seseorang dapat dilihat dari sorot dan tatap matanya. Tatap mata yang bagaimana? sorot mata mata yang bagaimana? Hahaha mana saya tau... Namun sorot dan apa yang tersirat dari tatap matanya membuat saya memiliki kesan bahwa ia memang bukan seseorang yang biasa-biasa saja. Apalagi seseorang yang suka baca komik sampai puluhan judul, acapkali dianggap idiot dan longor oleh kawan-kawannya, sering berkhayal menjadi seorang superhero
Dan jangan mengira jika orang yang suka baca komik dll seperti diatas adalah saya! Namun jika anda berprasangka demikian, yah apa boleh buat.
Kesan pertama saya padanya membuat saya ingin mengetahui seperti apa dirinya, termasuk mengetahui parfum apa yang sedang ia pakai saat itu. Wangi banget. Haha.
Dari percakapan singkat dengannya, saya jadi tertarik untuk masuk ke Ibnu Katsir Jember, pondok yang ia tempati dan saya tempati sekarang. Kalau tidak salah, besok adalah batas terakhir pendaftaran pondok tersebut. Dan keesokan harinya lagi, saya datang pagi-pagi sekali ke pondok tersebut untuk mendaftar dengan membawa berkas yang sangat tidak lengkap sekaligus mengikuti ujian yang cukup membuat saya menyadari betapa bodohnya saya dibidang agama.
Di salah satu ujian, terdapat ujian wawancara bahasa arab. Glodak!
Berbekal jawaban "afwan, ana laa a'rif & afwan ana laa adri" yang sebelumnya sudah saya tanyakan pada teman saya apa bahasa arab dari "maaf, saya nggak tau", saya melangkah dengan PD saat nama saya dipanggil untuk diuji.
Dan yang memanggil adalah dirinya, dia pula yang menguji. Selepas bertukar senyuman, ia langsung bertanya, "ma ismuka?".
Glodak! Saya bengong. Plonga-plongo.
Untungnya dia segera memberitahukan artinya, dan saya bisa menjawabnya.
Beberapa hari kemudian, saya mendapat surat yang memberitahukan bahwa saya diterima menjadi salah satu santri disini. yeeeaay.
Saya jadi mikir, kok bisa ya? padahal rasanya ujian ujiannya gak ada yang tak kerjakan dengan beres, kebanyakan bahkan soal ujiannya saya tulis ulang sebagai jawaban.
Dan kehidupan baru saya dimulai dari sini. Kehidupan yang ditakdirkan bagi saya untuk menyaksikan sendiri bahwa apa yang dibincangkan oleh mas Adi dan pak Shulhan dengan kekaguman hanyalah sebagian kecil dari hal-hal yang mengagumkan mengenai dirinya.
*Bersambung
Perasaan tulisan saya ada beberapa yang bersambung deh, tapi sampe sekarang belum juga disambung-sambung -_-
